Tulisan ini sebenarnya baru dikerjakan hari ini, 16 Juni 2020. Padahal seharusnya ini adalah tulisan berlabel Malam Takbir yang dikerjakan di malam takbiran. Aku tidak mau beralasan macam-macam selain Sekarang aku sudah malas dan tidak bisa menulis. Rekor tulisan malam takbiran harus kandas di tahun ke 10. Jadi aku akan ngalor ngidul saja.
Malam takbiran ini tidak ada yang lebih besar dibanding sekarang aku langsung menulis sebagai seorang suami dan bapak. Si anak seperti tidak mau melewatkan momen bagi bapaknya ini dengan si Bapak hanya mencantumkan pengalamannya melewati Lebaran sebagai suami. Bersama istri berduaan di rumah. Tidak! Anakku langsung mau eksis. Lebaran bersama istri dan anak.
Sudah menjadi suami saja sudah membuatku terpana, ditambah menjadi seorang bapak juga. aku berkejaran dengan instingku yang harus terupdate. Dahulu aku bertanya-tanya bagaimana rasanya menjadi seorang bapak. Ternyata sama saja! Ini bocoran kepada yang lain.
Ahmad Yerzhan Ali Alatas
Anak ini adalah anugerah dan penyelamat. Saat-saat menghitung bulan kelahirannya, aku kehilangan pekerjaan. Tidak pernah aku se khawatir ini dan se takut ini akan kehilangan pekerjaan selain saat itu. Aku merasa sangat terzalimi. Tapi tidak bisa protes ke siapa-siapa. Beban tanggung jawab menafkahi istri dan ibuku saat itu terasa sungguh berat.
Jualan susu jaheku tidak seberapa, bahkan mungkin cenderung banyak ruginya karena jarak tempuh ke agen-agen untuk mengantar minuman kini semakin jauh dari Pamulang. Dan aku harus mengantarkan minuman dalam satu hari untuk menghemat ongkos. Alhasil perjalan diatas 60km bolak balik jadi rutinitasku, belum lagi ternyata saat menagih uang, banyak minuman yang tidak laku., tetapi istriku selalu menerimanya dengan syukur.
Sambil berjualan di agen, aku juga mencoba berjualan di CFD di Pamulang. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran mertuaku saat itu. Tapi mereka sih terlihat biasa saja. Istriku yang sedang hamil selalu setia menemani. Walaupun saat itu hanya laku 4 botol - 2 dibeli orang sekeluarga, 2 lagi dibeli temanku yang tak sengaja bertemu dan masih aku ingat. Agak minder sih, tapi gakpapa karena aku pun tidak terlalu akrab dengan mereka - kami optimis minuman kami akan sukses. Ide-ide untuk promosi dan jualan produk lainnya pun berdatangan, tapi tak sempat di eksekusi karena sebenarnya masih agak setengah yakin juga apalagi yang membutuhkan modal.
Begitupun nasibku untuk melamar pekerjaan lain. Alhamdulillah aku bersyukur masih banyak yang mau memproses lamaranku di usia yang tidak lagi muda. Aku bahkan nekat banting stir melamar semua pekerjaan marketing, bahkan sales yang tidak pernah aku jalani sebagai karir professional. Tak terhitung sudah berapa kantor aku datangi, hampir semuanya selalu hilang kabar lagi setelah interview. Mungkin saat interview mereka melihat aku tidak semenarik CV-ku. Tak terhitung jarak yang sudah terlewati, bahkan PIK dan Bekasi aku sanggupi. Cikupa aku parani. Berapapun gaji yang ditawarkan sudah aku sanggupi yang penting aku punya pemasukan rutin untuk biaya persalinan dan sehari-hari dulu.
Selama hidup aku mencari pekerjaan, tidak pernah aku minta bantuan orang lain, tapi kemarin, aku sangat putus asa aku harus meminta bantuan semua orang. Teman SMA, bahkan para sepupu, dan kakak ipar.
Mungkin benar kata orang, apapun akan dilakukan untuk anak. Saat putus asa, ongkos makin menipis, tak ada panggilan kerja, aku sampai bilang ke Istri, "kalau bulan ini belum dapet kerjaan juga, aku mau daftar Gojek, ya."
Keputusan yang aku anggap sebagai jalan keluar terakhir dan bisa menenangkan hati, tapi kenyataannya tidak. Aku tidak diizinkan untuk menjadi driver gojek. SIM-ku sudah mati, STNK pajaknya belum dibayarkan hampir setengah tahun.
Apalagi yang bisa terjadi? Aku lupa ada yang Maha menjamin rezeki. Tidak ada satu makhlukpun yang hidup melain sudah dijamin rizkinya oleh Allah.
Aku lupa kalau ada hal yang tidak bisa dijelaskan dengan logika. Allah yang mengatur semua urusan. Aku akhirnya mendapat pekerjaan. Dekat dengan rumah, dan dengan gaji yang lumayan walaupun tidak besar. Aku seperti dilarang bekerja jauh-jauh dan dibayar dibawah standar.
2 Minggu aku bekerja, Allah mengizinkan bayiku lahir, 2 bulan lebih cepat. Mengacaukan semua rencana manusia - bapak dan ibunya yang sudah mempersiapkan semuanya, mulai dari waktu untuk operasi, rs, dan dokternya. Bayi ini lahir secara normal. Yang khawatir adalah orangtuanya, terutama terhadap keselamatan istri yang memang kondisinya secara medis tidak memungkinkan untuk melahirkan normal, tapi hukum alam tidak bisa mengungguli hukum Allah. Atas izinnya semua bisa terjadi.
Semua seperti sudah disiapkan. Rizkinya, dan kelahirannya.
Lahir dengan kondisi prematur, bayiku terlihat sangat lemah. Setelah kelahirannya, dia langsung dirawat di ruang NICU selama total 6 hari. Saat hari pertama aku diizinkan untuk melihat dan meng-adzani, aku merasa seperti linglung. Seperti orang yang tidak tahu harus melakukan apa, tidak tahu harus merasakan seperti apa. Selang bantu pernapasan masuk ke dalam tubuhnya melalui mulut. Terlihat sedikit darah di mulutnya. Mungkin kalau ibunya melihat, akan menangis tidak tega.
Tapi Yerzhan anak yang kuat. Selang untuk bantu pernapasannya cukup 2 hari saja. Selebihnya, paru-parunya sudah mampu untuk melakukan pekerjaannya dengan baik.
Setelah melahirkan, istriku dipindahkan ke ruangan perawatan dan menginap 1 hari saja. Tapi selama persalinan dari subuh sampai keesokan harinya, tidak ada SATUPUN dokter datang melihat kondisinya.Tapi kami tidak terlalu khawatir karena sungguh ajaib, istriku tidak seperti orang yang habis melahirkan. Setelah perwat yakin kondisinya segar, baru boleh pulang.
Setelah menginap semalam, istriku diperbolehkan pulang, kami tetap harus bolak balik ke rs untuk menengok anak kami dan agar si ibu bisa menyusui bayinya. rs kami adalah RSU, dan pada saat itu virus corona sedang caper-capernya. Perawatan dengan APD lengkap menjadi pemandangan sehari-hari setiap kami ke rs. Di depan juga sudah dibangun tenda darurat, membuat kekhawatiran kami bertambah lagi. Kami hanya berharap bayi kami bisa kuat dan dirawat di rumah. Setelah hari ke-6 lah kami diizinkan untuk merawatnya di rumah.
Ternyata perawatan di rumah hanya dari orangtuanya Pun tidak membuat kami tenang, justru sebaliknya. Kami seperti orang tua bodoh yang tidak bisa mengurus anak. Pada saat bayi kami pulang, kondisinya masih terlihat lemas, badannya masih agak kuning, dan matanya selalu terpejam. Pelan-pelan istriku merawatnya, menyuapi susu karena untuk menyusu sendiri masih belum terlalu kuat. Tak jarang istriku menangis karena merasa tidak bisa mengurus anak. Aku pun merasakan hal yang sama: Aku merasa takut. Aku takut kami tidak bisa mengurus bayi prematur, dan kondsi bayi kami semakin buruk. Pikiran itu berputar-putar di kepalaku. Aku berpikir bayiku akan meninggal! Tapi aku tidak pernah menceritakan ini kepada istriku.
Kami hanya mencoba menghibur diri, dengan mengatakan berulang-ulang bahwa bayi kami ini sungguh hebat. Bayangkan kalau dia lahir normal sekitar 9 bulan lebih, pasti rs akan lebih banyak pasien corona, kondisinya akan jauh lebih buruk dari ini. Allah menghindarkannya dari bahaya yang lebih besar.
Akhirnya dengan ketelatenan dan izin dari Allah, bayi kami tumbuh sehat. Bahkan sekarang dia gemuk sekali dengan ASI yang berlimpah. Saat vaksin DPT pun dia tidak panas seperti kata orang-orang.
Ah banyak sekali yang bisa diceritakan sampai umur 3 bulan ini. kekaguman akan kebesaran Allah tidak henti-hentinya kami panjatkan. Dari ujung kepala sampai kaki anak ini penuh keberkahan. Aku berterimakasih pada anakku, kalau bukan karena dia , rasanya tidak mungkin aku bisa bekerja sekarang. Entah kenapa aku yakin itu
Terima kasih Ahmad Yerzhan Ali Alatas