Sunday, 28 February 2010

Friday, 26 February 2010

Surga ku

Pada detik itu juga, saat cahaya surga mengguyur tubuh dan sajadahku, imajinasiku menjadi liar tak terbendung. Pikiranku terbang setinggi-tingginya, sejauh-jauhnya, meninggalkan bumi, meninggalkan dunia. Dia berhenti pada sebuah dunia yang abadi, yang tidak bisa ditemukan disini. Bahkan jika Colombus masih hidup pada jaman ini dan diberikan alat transportasi secanggih-canggihnya, dia tidak akan bisa menemukan dunia fantasi itu disini. Hanya imajinasi yang akan menuntunku. Tubuhku seperti dimiliki dua orang. Beruntung sekali dia yang terpilih untuk dapat berkunjung ke surga itu, sedangkan aku disini. Hanya menyaksikan gambaran yang diberikannya, seperti menonton televisi. Malas, dan berharap berada di situasi yang ada pada layar kaca.

Cahaya itu berwarna keemasan. Tidak kuning, tidak oranye, dan tidak juga merah. Tidak pernah kulihat cahaya seindah itu. Membuatku menengadah keatas dengan paksa, sehingga hampir membuat leherku patah, penasaran dari mana asal cahaya itu. Mungkin fisikku tak se-penasaran hatiku, dia menolak. Membuatku tertunduk dengan sendirinya, karena urat syaraf yang lemas. Melalui sajadahku dibawah kakiku yang sedang bersilang, aku melihat dunia yang indah. Aku menyebutnya fantasi beberapa waktu. Namun, karena fantasi berarti tidak nyata, aku merubah nama dunia itu, "Surga."

Dan gambaran surga merangsak masuk ke pikiranku, begitu cepat, secepat kuda-kuda milik kerajaan mongolia; begitu banyak, sebanyak barisan lebah yang masuk kedalam sarangnya untuk menghasilkan madu yang lezat; dan memaksa, seperti seorang ibu yang memaksa anak balitanya untuk makan. Tak dapat kutolak, karena surga itu sangat indah, aku langsung dijamu oleh hangatnya cahaya disana, dengan matahari yang muncul hanya setengah karena malu dengan kicauan burung yang saling bersahutan, entah darimana asalnya. Mereka begitu khusyuk bernyanyi, mungkin dibalik hijau dan lebatnya pohon. Aku tidak tahu jenis pohon apa itu. Pohon itu membagi hijaunya kepada rerumputan disekitarnya dengan dermawan, seakan tidak takut akan kehilangan hijaunya sendiri. Hamparan rumput hijau itu tidak putus sejauh apapun aku memandang, bahkan sampai ke ujung horizon yang dijaga oleh gunung-gunung. Aku ingin menjelajahi surga itu, dimulai dengan aula kecil berbentuk lingkaran yang terbuka didepanku, yang hanya beralaskan batu-batu halus, tanpa debu setitikpun, dan terdapat semacam meja yang terdiri dari batu juga, yang juga berbentuk lingkaran. Diatasnya ada empat cawan yang menatapku dengan tajam, namun menggoda. Cawan itu berisi susu yang sangat murni, seakan-akan mempunyai mata air sendiri, tidak diperas dari hewan apapun. Semakin aku mendekati aula itu, semakin jelas terdengar alunan musik yang sangat menentramkan, namun dapat membuatku menangis saat itu juga, karena keindahan nada-nada yang dimainkan oleh bidadari disana. Kombinasi antara piano, biola, dan harpa, dan nyanyian sang bidadari. Aku tak bisa melihatnya, tapi keindahan suaranya dapat menggambarkan kecantikan dan kesuciannya. Seakan-akan bidadari itu tak pernah melihat kekejaman, dan selalu menjaga kehormatannya. Pada aula itu, terdapat empat jalan setapak yang menuju ke suatu tempat. Jalan-jalan itu disambut oleh kokohnya tiang yang berdiri di samping kanan dan kiri, sehingga bayangan tiang itu membentuk seperti rel kereta pada jalan setapak. Aku memilih salah satu jalan. Dan ditengah perjalananku dijalan setapak itu, terdapat bidadari-bidadari melempar senyum malu. Mereka tertunduk dan berjalan lebih cepat ketika tersenyum, membuat mataku tidak bisa untuk tidak menoleh mengikutinya sampai dia menjauh.

Bidadari disana mengenakan gaun putih tipis yang indah, menutupi kaki-kakinya. Anting-anting mereka kuning berkilauan. Walaupun gaun yang mereka pakai sangat tipis, namun tak terlihat payudara ataupun perut mereka, karena silaunya sinar yang terpancar dari tubuh mereka, hanya siluet lekuk tubuh yang sempurna dan jemari putih yang sehalus sutera. Wajah mereka seputih awan yang cerah, bersinar seakan-akan matahari berada didalam mata mereka, tidak ada goresan sekecil apapun pada wajah para bidadari disana. Rambutnya yang halus dan terurai seperti sayap burung nazar, jatuh bebas ke punggung. Ada yang berambut hitam, ada juga yang berambut pirang. Dan saat mereka melewatiku, aroma 1000 bunga mawar tidak bisa menandingi keharuman tubuh mereka. Wajah mereka selalu riang, saling bertegur sapa dengan bidadari lainnya, tertawa, dan melihatku, sehingga kalah mataku untuk beradu pandang dengan mereka, karena yang paling indah dari semua adalah mata mereka. Mata yang terpancar sinar dari dalamnya. Mata yang lebar dan jeli. Seakan-akan kita bisa pingsan jika melihat mata itu terlalu lama. Pingsan karena hasrat yang terlalu besar, yang tidak bisa disimpan dalam tubuh.

Dan itu yang terjadi padaku, tiba-tiba aku seperti terbangun dari mimpi. Ah sial, karena melihat mata bidadari terlalu lama, aku jadi terlempar kembali ke bumi. Sekarang yang harus kulakukan adalah berusaha kembali ke surga itu. Kembali melihat sinar indah itu, dan sinar mata itu.

Monday, 8 February 2010

Makan Saja Kotoran Kami Sekalian!

"Koruptor = Bangsat!"

Mungkin kalimat itu terlalu kasar bagi sebagian orang, tapi aku yakin terlalu halus bagi banyak orang, jika Anda mengerti maksud saya. Aku tidak tahu mengapa baru sekarang merasakan emosi yang begitu bergejolak. Setelah sekian lama sekali para "bangsat" itu ada dimuka bumi ini, di Tanah Airku. Aku teringat pernah diminta untuk memberikan komentar terhadap korupsi oleh salah satu televisi swasta belum lama ini. Lalu apa jawabanku?memalukan untuk ukuran mahasiswa (maaf teman -teman). Karena pada saat itu aku berpikir bahwa dampak korupsi belum aku rasakan, tapi tidak sekarang, Jika mereka (televisi) meminta komentarku lagi, aku akan berteriak, bahkan memaki! Tak perduli berapa banyak kata-kata dariku yang akan disensor untuk ditayangkan. Karena sekarang "bangsat" sudah mulai main-main denganku. Mulai kurasakan mereka mengusikku.

Cerita ini agak ironis, karena "bangsat" yang menyadarkanku akan kelakuan mereka sendiri, ditambah ibuku (Thanks momma).

Pada hari itu seluruh daerah rumahku mati lampu. Baru pulang, badan gerah, panas, lengket, haus, lapar. Apa yang Aku temukan?Gelap, gerah, gatal, dan emosi tentu saja. Daripada dosa bertambah, ku masuklah ke kamar. Tiduran, kipas-kipas, setel musik. Tidak berapa lama, mamaku masuk ke kamar, dan dengan gerakannya, ia menyulut emosiku, mungkin agak sering, tapi kalau yang ini jenis emosi yang beda. Mama tidak menutup pintu kamar kembali, saat ia keluar, padahal aturan dikamarku jelas terpampang dipintu "HARAP TUTUP KEMBALI." Melihat pintu yang terbuka, emosi yang kucoba belenggu, meletus. Aku mencoba untuk meredam dengan air dingin, namun bukannya menjadi tenang, malah semakin besar. Karena si "bangsat." Air dingin yang ada di kulkas hanya air kemasan bermerek KW2. Karena emosi, tidak ada sedotan yang kutemukan, aku membuka kemasan itu dengan ujung sendok teh. Bukannya, air dingin itu muncrat keatas, malahan muncrat kesamping. Ya, gelas itu pecah, sehingga aku tidak bisa minum. Mungkin karena terlalu keras aku menusuk, kucoba lagi dengan kemasan yang baru, tapi merek yang sama. Benar saja, hasilnya sama. Kemasan itu pecah seperti terbuat dari kertas. Detik itu juga, pikiranku seperti terbuka lebar. "Kotak" korupsi yang tersimpan di tempat paling gelap, di pojok otak seperti ditebas oleh kapak, mengeluarkan semua kejelekan korupsi. "Bangsat" itu ternyata dekat sekali denganku. Dia berani masuk ke rumahku, dia mengusikku.

Kenapa Aku menuduh air kemasan itu? Ya, karena di jaman yang penuh persaingan ini, tidak mungkin suatu produk menurunkan kualitas. Hanya korupsi yang bisa membuatnya begitu. Aku akan memberi tahu Anda betapa korupsi sangat dekat dengan kita. Yang Anda perlukan hanya berpikir, gunakan otak. Pikirkanlah tentang semua kejelekan di dunia ini. Disanalah korupsi berada. Disana "bangsat-bangsat" bernyanyi. Bahkan di departemen Anda, di sekolah, kampus, lingkungan. Karena banyak yang bilang ini adalah lingkaran setan. Tidak akan pernah putus.

Tapi tidak bagiku. Bagiku ini adalah Spiral setan. Spiral memiliki ujung. Matikan saja di salah satu putaran, dan spiral itu tidak akan bertambah panjang. Siapakah ujung yang harus dimatikan? Adalah kita. generasi muda yang masih panjang perjalanan yang akan kita tempuh. Biarkan para tua "bangsat" mati busuk. Jangan biarkan mereka mengajak Saya atau Anda. Aku tidak men-generalisasi golongan tua. Para penentang korupsi banyak sekali yang sudah berkeluarga, mungkin Anda. Tapi yang tua yang mengajarkan yang muda bukan?

Untuk para "bangsat" yang kebetulan membaca blog ini, saya berharap untuk tidak memperpanjang masalah ini, seperti yang sedang marak sekarang. Karena Kalian hanya akan membuat kami marah. Benahi saja dirimu "bangsat." Jika sangat sulit bagi kalian untuk melakukan itu, jika korupsi begitu seksinya bagi kalian, sehingga kalian berlomba-lomba bercinta dengannya pagi sampai malam. Jika korupsi begitu lezatnya bagi kalian, sehingga lahaplah kalian memakannya, buncitlah perut kalian dibuatnya, jika masih kurang uang rakyat yang kalian makan, MAKAN SAJA KOTORAN KAMI!!!


terima kasih

Friday, 5 February 2010

Ucapan selamat tahun baru yang baru

Mulai sekarang ucapan selamat tahun baru kamu tidak akan terasa 'basi' lagi, karena kamu bisa pilih ucapan selamat tahun baru dari berbagai bahasa. Membuat tahun baru kamu lebih berkesan buat 'nya'
  • Indonesian: Selamat Tahun Baru
  • English: Happy New Year
  • Afgani: Saale Nao Mubbarak
  • Afrikaans: Gelukkige nuwe jaar
  • Albanian: Gezuar Vitin e Ri
  • Armenian: Snorhavor Nor Tari
  • Arabic: Antum salimoun
  • Assyrian: Sheta Brikhta
  • Azeri: Yeni Iliniz Mubarek!
  • Bengali: Shuvo Nabo Barsho
  • Bulgarian: åñòèòà Íîâà Ãîäèíà (pronounced "Chestita Nova Godina")
  • Cambodian: Soursdey Chhnam Tmei
  • Catalan: FELIÇ ANY NOU
  • Chinese: Xin Nian Kuai Le
  • Corsican Language: Pace e Salute
  • Croatian: Sretna Nova godina!
  • Cymraeg (Welsh): Blwyddyn Newydd Dda
  • Czechoslovakia: Scastny Novy Rok
  • Denish: Godt Nytår
  • Dhivehi: Ufaaveri Aa Aharakah Edhen
  • Dutch: GELUKKIG NIEUWJAAR!
  • Eskimo: Kiortame pivdluaritlo
  • Esperanto: Felican Novan Jaron
  • Estonians: Head uut aastat!
  • Finnish: Onnellista Uutta Vuotta
  • French: Bonne Annee
  • Gaelic: Bliadhna mhath ur
  • Galician (North Western Spain): Bo Nadal e Feliz Aninovo
  • German: Prosit Neujahr
  • Greek: Kenourios Chronos
  • Gujarati: Nutan Varshbhinandan
  • Hawaiian: Hauoli Makahiki Hou
  • Hebrew: L'Shannah Tovah
  • Hindi: Naye Varsha Ki Shubhkamanyen
  • Hong kong: (Cantonese) Sun Leen Fai Lok
  • Hungarian: Boldog Ooy Ayvet
  • Iranian: Saleh now mobarak
  • Iraqi: Sanah Jadidah
  • Irish: Bliain nua fe mhaise dhuit
  • Italian: Felice anno nuovo
  • Japan: Akimashite Omedetto Gozaimasu
  • Kabyle: Asegwas Amegaz
  • Kannada: Hosa Varushadha Shubhashayagalu
  • Kisii: SOMWAKA OMOYIA OMUYA
  • Khmer: Sua Sdei tfnam tmei
  • Korea: Saehae Bock Mani ba deu sei yo!
  • Kurdish: NEWROZ PIROZBE
  • Lithuanian: Laimingu Naujuju Metu
  • Laotian: Sabai dee pee mai
  • Macedonian: Srekjna Nova Godina
  • Malay: Selamat Tahun Baru
  • Marathi: Nveen Varshachy Shubhechcha
  • Malayalam: Puthuvatsara Aashamsakal
  • Maltese: Is-Sena t- Tajba
  • Nepal: Nawa Barsha ko Shuvakamana
  • Norwegian: Godt Nyttår
  • Papua New Guinea: Nupela yia i go long yu
  • Pampango (Philippines): Masaganang Bayung Banua
  • Persian: Saleh now ra tabrik migouyam
  • Philippines: Manigong Bagong Taon
  • Polish: Szczesliwego Nowego Roku
  • Portuguese: Feliz Ano Novo
  • Punjabi: Nave sal di mubarak
  • Romanian: AN NOU FERICIT
  • Russian: S Novim Godom
  • Samoa: Manuia le Tausaga Fou
  • Serbo-Croatian: Sretna nova godina
  • Sindhi: Nayou Saal Mubbarak Hoje
  • Singhalese: Subha Aluth Awrudhak Vewa
  • Siraiki: Nawan Saal Shala Mubarak Theevay
  • Slovak: A stastlivy Novy Rok
  • Slovenian: sreèno novo leto
  • Somali: Iyo Sanad Cusub Oo Fiican!
  • Spanish: Feliz Ano ~Nuevo
  • Swahili: Heri Za Mwaka Mpyaº
  • Swedish: GOTT NYTT ÅR! /Gott nytt år!
  • Sudanese: Warsa Enggal
  • Tamil: Eniya Puthandu Nalvazhthukkal
  • Telugu: Noothana samvatsara shubhakankshalu
  • Thai: Sawadee Pee Mai
  • Turkish: Yeni Yiliniz Kutlu Olsun
  • Ukrainian: Shchastlyvoho Novoho Roku
  • Urdu: Naya Saal Mubbarak Ho
  • Uzbek: Yangi Yil Bilan
  • Vietnamese: Chuc Mung Tan Nien
  • Welsh: Blwyddyn Newydd Dda

Wednesday, 3 February 2010

Kisah Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki
yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.
Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu.
Demikian pula, pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi
bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel.
Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,”
pinta pohon apel itu.

“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi.” jawab anak
lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk
membelinya.”

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang…
tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya.
Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”

Anak lelaki itu sangat senang.
Ia lalu memetik semua buah apel yang ada dipohon dan pergi dengan penuh
suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi.
Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi.
Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
“Ayo bermain-main denganku lagi.” kata pohon apel.

“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus bekerja untuk keluargaku.
Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal.
Maukah kau menolongku?”

“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah.
Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu.” kata pohon apel.

Kemudian, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu
dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak
lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel
itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa
sangat bersuka cita menyambutnya.
“Ayo bermain-main lagi deganku.” kata pohon apel.

“Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang.
Aku ingin pergi berlibur dan berlayar.
Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal,
tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan
menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau.
Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu,
dan membuat kapal yang diidamkannya.
Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
“Maaf, anakku,” kata pohon apel itu.
“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.”

“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu.”
jawab anak lelaki itu.

“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat."
kata pohon apel.

“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu.” jawab anak lelaki itu.

“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu.
Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini.”
kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang.” kata anak lelaki.
“Aku hanya mmebutuhkan tempat untuk beristirahat.
Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”

“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik
untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan
akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat
gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika
kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita
memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita
akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk
membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita
memperlakukan orang tua kita.


Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya;
dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada
kita.

Wewangian Membantu Mimpi Indah


Banyak orang yang merasa lebih bersemangat di pagi hari setelah bangun dari tidur yang dihiasi mimpi indah. Bila Anda ingin setiap hari mengalaminya, mungkin trik berikut ini layak dicoba. Sebarkan kuntum mawar yang harum di atas tempat tidur atau semprotkan wewangian di kamar, lalu pejamkan mata Anda. Menurut penelitian, keharuman mawar yang lamat-lamat tercium dari hidung bisa membuat bunga tidur kita indah.

Hal tersebut dilaporkan oleh para peneliti dari Jerman dalam pertemuan American Academy of Otolarayngology. Sebanyak 15 responden yang diminta tidur di ruangan yang harum mengaku mengalami mimpi indah. Sebaliknya saat mereka tidur sambil mencium bau telur busuk, mimpi indah itu pun lenyap.

“Sangat mungkin indra penciuman yang merasakan bau harum bisa menstimulasi seseorang mengalami mimpi yang menyenangkan,” kata Profesor Boris Stuck, dari University Hospital Mannheim, Jerman.

Dalam riset tersebut, setelah tidur para responden memasuki fase REM (Rapid Eye Movement), yaitu fase di mana biasanya mimpi baru terjadi, udara di ruangan tersebut diberi keharuman dalam dosis tinggi selama 10 detik sebelum para responden dibangunkan 10 menit kemudian.

Para responden wanita mengatakan mereka nyaris tidak pernah mimpi membaui sesuatu. Meski demikian, emosi yang kita rasakan dari mimpi sebenarnya memang tergantung pada rangsangan. Sebuah penelitian juga telah menunjukkan rangsangan tertentu, seperti suara, tekanan, atau getaran, bisa memengaruhi isi dan emosi dari mimpi seseorang.

“Hidung adalah satu-satunya indera penciuman yang tidak pernah beristirahat,” kata Profesor Tim Jacob, ahli penciuman dan perasa dari Universitas Cardiff. Menurutnya, informasi yang didapat dari hidung akan diteruskan ke sistem limbik di otak, termasuk hippocampus atau area ingatan dan amygdala, yang berkaitan dengan reaksi emosi seseorang.

Dan hasilnya pun benar! Saya sudah mencobanya. Pada saat saya akan pergi tidur, saya menyemprotkan parfum terlebih dahulu, dan mimpi indahpun datang. Pada saat itu saya bermimpi...

nb : Jangan lupa berdoa dulu sebelum tidur

Tuesday, 2 February 2010

5 Tipe Sahabat Yang Layak Jadi Pacar

Inilah tipe sahabat yang bisa membuat Anda jatuh hati.


Perayu ulung.
Ia mungkin tidak merayu Anda dengan memberikan bunga mawar dan melontarkan rayuan gombal seperti pada korban-korbannya yang lain, tetapi dia bisa memberikan pujian yang membuat Anda melambung. Ketika Anda mengenakan gaun malam seksi.
Ia tak ragu-ragu memuji betapa cantiknya Anda. Pujian bagi siapa pun berfungsi layaknya suplemen yang bisa membangkitkan pede.

Jujur
Ia bisa mengkritisi tanpa membuat Anda tersinggung. Ia bisa mengatakan tentang hal apa pun sejujurnya tanpa kita merasa diserang. Dan yang tak bisa dihindari adalah dia kerap bersikap layaknya bodyguard yang melindungi Anda dari pria-pria iseng.

Cuek
Gayanya yang spontan, dan lebih dari itu, bisa diandalkan. Ketika Anda sedang dilanda patah hati, dia dengan sigap menyediakan bahunya dan membuat Anda tertawa lagi. Pokoknya, dia bisa menjadi pelipur lara dan obat yang ampuh untuk mengobati hati yang sakit karena pria. Hal-hal seperti inilah yang disadari atau tidak membuat benih-benih cinta itu bersemi di hati Anda.

Petualang
Bersamanya hidup Anda lebih berwarna dan kaya. Ia bisa membawa Anda keluar dari zona nyaman dan menunjukkan bahwa ada banyak hal menarik di luar sana yang bisa dieksploitasi. Ia bisa membuat setiap momen menjadi begitu berkesan.

Techno dictionary

Ia seperti kamus teknologi berjalan yang membantu Anda dalam beradaptasi dengan teknologi. Misalnya, ketika laptop Anda mengalami trouble, orang pertama yang Anda ingat adalah dirinya. Ia membantu Anda mengenal dunia lewat teknologi.

Opini Asing Tentang Jakarta

Andre Vitchek
Worldpress.org contributing editor
July 26, 2007

Today, high-rises dot the skyline, hundreds of thousands of vehicles belch fumes on congested traffic arteries and super-malls have become the cultural centers of gravity in Jakarta , the fourth largest city in the world. In between towering super-structures, humble kampongs house the majority of the city dwellers, who often have no access to basic sanitation, running water or waste management.

Pada saat ini, gedung pencakar langit, jalanan macet dipadati oleh ratusan ribu kendaraan, dan mal-mal raksasa telah menjadi pusat kebudayaan Jakarta, yang notabene merupakan kota terbesar ke-4 di dunia. Terjepit di antara gedung tinggi, terhampar perkampungan di mana bermukim sebagian besar penduduk Jakarta yang tidak memiliki akses sanitasi dasar, air bersih atau pengelolaan limbah.

While almost all major capitals in the Southeast Asian region are investing heavily in public transportation, parks, playgrounds, sidewalks and cultural institutions like museums, concert halls and convention centers, Jakarta remains brutally and determinately 'pro-market' profit-driven and openly indifferent to the plight of a majority of its citizens who are poor.


Di saat hampir semua kota-kota utama lain di Asia Tenggara menginvestasikan dana besar-besaran untuk transportasi publik, taman kota, taman bermain, trotoar besar, dan lembaga kebudayaan seperti museum, gedung konser, dan pusat pameran, Jakarta tumbuh secara BRUTAL dengan berpihak hanya pada PEMILIK MODAL dan TIDAK PEDULI akan nasib mayoritas penduduknya yang MISKIN.

Most Jakartans have never left Indonesia , so they cannot compare their
capital with Kuala Lumpur or Singapore ; with Hanoi or Bangkok. Comparative
statistics and reports hardly make it into the local media. Despite the fact
that the Indonesian capital is for many foreign visitors a 'hell on earth,' the
local media describes Jakarta as "modern," "cosmopolitan, " and "a sprawling
metropolis."


Kebanyakan penduduk Jakarta belum pernah pergi ke luar negeri,
sehingga mereka tidak dapat membandingkan kota Jakarta dengan Kuala Lumpur atau Singapura, Hanoi atau Bangkok. Liputan dan statistik pembanding juga jarang ditampilkan oleh media massa setempat. Meskipun bagi para wisatawan asing Jakarta merupakan NERAKA DUNIA, media massa setempat menggambarkan Jakarta sebagai kota "modern", "kosmopolitan" , dan "metropolis" .

Newcomers are often puzzled by Jakarta 's lack of public amenities. Bangkok, not exactly known as a user-friendly city, still has several beautiful parks.
Even cash-strapped Port Moresby, capital of Papua New Guinea, boasts wide
promenades, playgrounds, long stretches of beach and sea walks. Singapore and Kuala Lumpur compete with each other in building wide sidewalks, green areas as well as cultural establishments. Manila, another city without a glowing reputation for its public amenities, has succeeded in constructing an impressive sea promenade dotted with countless cafes and entertainment venues while preserving its World Heritage Site at Intramuros. Hanoi repaved its wide sidewalks and turned a park around Huan-Kiem Lake into an open-air sculpture museum.


Para pendatang/wisatawan seringkali terheran-heran dengan kondisi
Jakarta yang tidak memiliki taman rekreasi publik. Bangkok, yang tidak dikenal
sebagai kota yang ramah publik, masih memiliki beberapa taman yang menawan. Bahkan, Port Moresby, ibukota Papua Nugini, yang miskin, terkenal akan taman bermain yang besar, pantai dan jalan setapak di pinggir laut yang indah.

But in Jakarta , there is a fee for everything. Many green spaces have been
converted to golf courses for the exclusive use of the rich. The approximately
one square kilometer of Monas seems to be the only real public area in a city of more than 10 million. Despite being a maritime city, Jakarta has been separated from the sea, with the only focal point being Ancol, with a tiny, mostly decrepit walkway along the dirty beach dotted with private businesses.


Di Jakarta kita perlu biaya untuk segala sesuatu. Banyak lahan hijau diubah menjadi lapangan golf demi kepentingan orang kaya. Kawasan Monas seluas kurang lebih 1 km persegi bisa jadi merupakan satu-satunya kawasan publik di kota berpenduduk lebih dari 10 juta ini. Meskipun menyandang predikat kota maritim, Jakarta telah terpisah dari laut dengan Ancol menjadi satu-satunya lokasi rekreasi yang sebenarnya hanya berupa pantai kotor.

Even to take a walk in Ancol, a family of four has to spend approximately
$4.50 (40,000 Indonesian Rupiahs) in entrance fees, something unthinkable
anywhere else in the world. The few tiny public parks which survived
privatization are in desperate condition and mostly unsafe to use.


Bahkan kalau mau jalan-jalan ke Ancol, satu keluarga dengan 4 orang anggota keluarga harus mengeluarkan uang Rp 40.000 untuk tiket masuk, satu hal yang tak masuk akal di belahan lain dunia. Beberapa taman publik kecil kondisinya menyedihkan dan tidak aman.

There are no sidewalks in the entire city, if one applies international
standards to the word "sidewalk." Almost anywhere in the world (with the
striking exception of some cities in the United State, like Houston and Los
Angeles) the cities themselves belong to pedestrians. Cars are increasingly
discouraged from travelling in the city centres. Wide sidewalks are understood
to be the most ecological, healthy and efficient forms of short-distance public
transportation in areas with high concentrations of people.


Sama sekali tidak ditemui tempat pejalan kaki di seluruh penjuru kota (tempat pejalan kaki yang dimaksud adalah sesuai dengan standar "internasional"). Nyaris seluruh kota-kota di dunia (kecuali beberapa kota di AS, seperti Houston dan LA) ramah terhadap pejalan kaki. Mobil seringkali tidak diperkenankan berkeliaran di pusat kota . Trotoar yang lebar merupakan sarana transportasi publik jarak pendek yang paling efisien, sehat, dan ramah lingkungan di daerah yang padat penduduk.

In Jakarta , there are hardly any benches for people to sit and relax, and
no free drinking water fountains or public toilets. It is these small, but
important, 'details' that are symbols of urban life anywhere else in the
world.


Di Jakarta, nyaris tidak dijumpai bangku untuk duduk dan rileks, tidak
ada keran air minum gratis atau toilet umum. Ini memang remeh, tapi sangat
penting, merupakan suatu detil yang menjadi simbol kehidupan perkotaan di bagian lain dunia.

Most world cities, including those in the region, want to be visited and
remembered for their culture. Singapore is managing to change its
'shop-till-you- drop' image to that of the centre of Southeast Asian arts. The
monumental Esplanade Theatre has reshaped the skyline, offering first-rate
international concerts in classical music, opera, ballet, and also featuring
performances from some of the leading contemporary artists from the region. Many performances are subsidized and are either free or cheap, relative to the high incomes in the city-state.


Sebagian besar kota-kota dunia, ingin dikunjungi dan dikenang akan kebudayaannya. Singapura sedang berupaya mengubah citra kota
belanjanya menjadi jantung kesenian Asia Tenggara. Esplanade Theatre yang
monumental telah mengubah wajah kota Singapura, dimana ia menawarkan konser musik klasik, balet, dan opera internasional kelas satu, di samping pertunjukan artis kontemporer kawasan. Banyak pertunjukan yang disubsidi dan seringkali gratis atau murah, bila dibandingkan dengan pendapatan warga kota yang relatif tinggi.

Kuala Lumpur spent $100 million on its philharmonic concert hall, which is
located right under the Petronas Towers, among the tallest buildings in the
world. This impressive and prestigious concert hall hosts local orchestra
companies as well top international performers. The city is currently spending
further millions to refurbish its museums and galleries, from the National
Museum to the National Art Gallery.


Kuala Lumpur menghabiskan $100 juta untuk membangun balai konser
philharmonic yang terletak persis di bawah Petronas Tower, salah satu gedung
tertinggi di dunia. Balai konser prestisius dan impresif ini mempertunjukkan
grup orkestra lokal dan internasional. Kuala Lumpur juga sedang
menginvestasikan beberapa juta dolar untuk memugar museum dan galeri, dari
Museum Nasional hingga Galeri Seni Nasional.

Hanoi is proud of its culture and arts, which are promoted as its major attraction millions of visitors flock into the city to visit countless galleries
stocked with canvases, which can be easily described as some of the best in
Southeast Asia. Its beautifully restored Opera House regularly offers Western
and Asian music treats.


Hanoi bangga akan budaya dan seninya, yang dipromosikan guna menarik jutaan turis untuk mengunjungi galeri-galeri lukisan yang tak terhitung jumlahnya, di mana lukisan tersebut merupakan salah satu yang terbaik di Asia Tenggara. Gedung Operanya yang dipugar secara reguler mempertunjukkan pagelaran musik Asia dan Barat.

Bangkok's colossal temples and palaces coexist with extremely cosmopolitan fare international theater and film festivals, countless performances, jazz clubs with local and foreign artists on the bill, as well as authentic culinary delights from all corners of the world. When it comes to music, live performances and nightlife, there is no city in Southeast Asia as vibrant as Manila.

Candi-candi dan istana kolosal di Bangkok eksis berdampingan dengan teater dan festival film internasional, klub jazz yang tak terhitung jumlahnya, dan juga pilihan kuliner otentik dari segala penjuru dunia. Kalau bicara musik dan kehidupan malam, tak ada kota di Asia Tenggara yang semeriah Manila .

Now back to Jakarta. Those who have ever visited the city's 'public
libraries' or National Archives building will know the difference. No wonder; in
Indonesia education, culture and arts are not considered to be 'profitable'
(with the exception of pop music), and are therefore made absolutely irrelevant. The country spends the third lowest amount in the world on education (according to The Economist, only1.2 percent of its GDP) after Equatorial Guinea and Ecuador (there the situation is now rapidly improving with the new progressive government).


Nah, sekarang balik ke Jakarta . Siapapun yang bernah berkunjung
ke "perpustakaan umum" atau gedung Arsip Nasional pasti tahu bedanya. Tak heran, dalam pendidikan Indonesia, budaya dan seni tidak dianggap "menguntungkan" (kecuali musik pop), sehingga menjadi tidak relevan. Indonesia merupakan negara dengan ANGGARAN PENDIDIKAN TERENDAH nomor 3 di dunia (menurut The Economist, hanya 1,2% dari PDB) setelah Guyana Khatulistiwa dan Ekuador (di kedua negara tersebut keadaan sekarang berkembang cepat berkat pemerintahan baru yang progresif).

Museums in Jakarta are in appalling condition, offering absolutely no
important international exhibitions. They look like they fell on the city from a
different era and no wonder the Dutch built almost all of them. Not only are
their collections poorly kept, but they lack elements of modernity there are no
elegant cafes, museum shops, bookstores or even public archives. It appears that the individuals running them are without vision and creativity. However, even if they did have inspired ideas, there would be no funding to carry them
out.


Museum di Jakarta berada dalam kondisi memprihatinkan, sama sekali tidak
menawarkan eksibisi internasional. Museum tersebut terlihat seperti berasal dari zaman baheula dan tak heran kalau Belanda yang membangun semuanya. Tidak hanya koleksinya yang tak terawat, tapi juga ketiadaan unsur-unsur modern seperti kafe, toko cinderamata, toko buku atau perpustakaan publik. Kelihatannya manajemen museum tidak punya visi atau kreativitas. Bahkan, meskipun mereka punya visi atau kreativitas, pasti akan terkendala dengan ketiadaan dana.

It seems that Jakarta has no city planners, only private developers that
have no respect for the majority of its inhabitants who are poor (the great
majority, no matter what the understated and manipulated government statistics say). The city abandoned itself to the private sector, which now controls almost everything, from residential housing to what were once public
areas.


Sepertinya Jakarta tidak punya perencana kota, hanya ada pengembang
swasta yang tidak punya respek atau kepedulian akan mayoritas penduduk yang miskin (mayoritas besar, tak peduli apa yang dikatakan oleh data statistik yang seringkali DIMANIPULIR pemerintah). Kota Jakarta praktis menyerahkan dirinya ke sektor swasta, yang kini nyaris mengendalikan semua hal, mulai dari perumahan hingga ke area publik.

While Singapore decades ago, and Kuala Lumpur recently, managed to fully
eradicate poor, unsanitary and depressing kampongs from their urban areas,
Jakarta is unable or unwilling to offer its citizens subsidized, affordable
housing equipped with running water, electricity, a sewage system, wastewater treatment facilities, playgrounds, parks, sidewalks and a mass public transportation system.


Sedangkan beberapa dekade yang lalu di Singapura, dan baru-baru ini di Kuala Lumpur, mereka berhasil menghilangkan total perkampungan kumuh dari wilayah kota, namun Jakarta tidak mampu atau tidak mau memberikan
warganya perumahan bersubsidi dengan harga terjangkau yang dilengkapi dengan air ledeng, listrik, sistem pembuangan limbah, taman bermain, trotoar dan sistem transportasi massal.

Rich Singapore aside, Kuala Lumpur with only 2 million inhabitants boasts
one metroline (Putra Line), one monorail, several efficient Star LRT lines,
suburban train links and high-speed rail system connecting the city with its
new capital Putrajaya. The "Rapid" system counts on hundreds of modern, clean and air-conditioned buses. Transit is subsidized; a bus ticket on "Rapid" costs only $.60 (2 Malaysian Ringgits) for unlimited day use on the same line. Heavily discounted daily and monthly passes are also available.


Selain Singapura, Kuala Lumpur dengan berpenduduk hanya 2 juta jiwa memiliki satu jalur Metro (Putra Line), satu monorail, beberapa jalur LRT Star yang efisien, dan jaringan kereta api kecepatan tinggi yang menghubungkan kota dengan ibu kota baru Putrajaya. Sistem "Rapid" memiliki ratusan bus modern, bersih, dan ber-AC. Tarifnya disubsidi, tiket bus Rapid hanya sekitar 2 Ringgit (kurang lebih Rp 4.600,00) untuk penggunaan tak terbatas sepanjang hari di jalur yang sama. Tiket abonemen bulanan dan harian yang sangat murah juga tersedia.

Bangkok contracted German firm Siemens to build two long "Sky Train" lines
and one metro line. It is also utilizing its river and channels as both public
transportation and as a tourist attraction. Despite this enormous progress, the Bangkok city administration claims that it is building an additional 50 miles
(80 kilometers) of tracks for these systems in order to convince citizens to
leave their cars at home and use public transportation. Polluting pre-historic
buses are being banned from Hanoi, Singapore, Kuala Lumpur and gradually from Bangkok. Jakarta, thanks to corruption and phlegmatic officials, is in its own league even in this field.


Bangkok menunjuk kontraktor Siemens dari Jerman untuk membangun 2 jalur panjang "Sky Train" dan satu jalur metro. Bangkok juga memanfaatkan sungai dan kanal sebagai transportasi publik dan objek wisata. Pemerintahan kota Bangkok juga mengklaim bahwa mereka sedang membangun jalur
tambahan sepanjang 80 km untuk sistem tersebut guna meyakinkan penduduk untuk meninggalkan mobil mereka di rumah dan memanfaatkan transportasi umum. Bus-bus kuno yang berpolusi sudah sepenuhnya dilarang beroperasi di Hanoi , Singapura, Kualalumpur, dan Bangkok. Jakarta? Berkat korupsi dan pejabat pemerintahan yang tak kompeten, Jakarta tenggelam dalam kondisi yang berkebalikan dengan kota-kota tersebut.

Mercer Human Resource Consulting, in its reports covering quality of life, places Jakarta repeatedly on the level of poor African and South Asian cities, below metropolises like Nairobi and Medellin.

Mercer Human Resource Consulting, dalam laporannya tentang kualitas hidup, menempatkan Jakarta di posisi setara dengan kota-kota miskin di Afrika dan Asia Selatan, bahkan di bawah kota Nairobi dan Medellin

Considering that it is in the league with some of the poorest capitals of
the world, Jakarta is not cheap. According to the Mercer Human Resource
Consulting 2006 Survey, Jakarta ranked as the 48th most expensive city in the world for expatriate employees, well above Berlin (72nd), Melbourne (74th) and Washington D.C. (83rd). And if it is expensive for expatriates, how is it for local people with a GDP per capita below $1,000?


Walaupun Jakarta menjadi salah satu ibukota terburuk di dunia, hidup di sana tidaklah murah. Menurut Survey Mercer Human Resource Consulting tahun 2006, Jakarta menduduki peringkat 48 kota termahal di dunia untuk ekspatriat, jauh di atas Berlin (peringkat 72), Melbourne (74) dan Washington DC (83). Nah, kalau untuk ekspatriat saja mahal, apalagi buat penduduk lokal yang pendapatan per kapita DI BAWAH $1000??

Curiously, Jakartans are silent. They have become inured to appalling air
quality just as they have gotten used to the sight of children begging, even
selling themselves at the major intersections; to entire communities living
under elevated highways and in slums on the shores of canals turned into toxic waste dumps; to the hours-long commutes; to floods and rats.


Anehnya, orang Jakarta diam seribu bahasa. Mereka pasrah akan kualitas udara yang jelek, terbiasa dengan pemandangan pengemis di perempatan jalan, dengan kampung kumuh di bawah jalan layang dan di pinggir sungai yang kotor dan penuh limbah beracun, dengan kemacetan berjam-jam, dengan banjir dan tikus.

But if there is to be any hope, the truth has to eventually be told, and the sooner the better. Only a realistic and brutal diagnosis can lead to treatment and a cure. As painful as the truth can be, it is always better than self-deceptions and lies. Jakarta has fallen decades behind capitals in the neighbouring countries in aesthetics, housing, urban planning, standard of
living, quality of life, health, education, culture, transportation, food
quality and hygiene. It has to swallow its pride and learn from Kuala Lumpur,
Singapore, Brisbane and even in some instances from its poorer neighbours like Port Moresby , Manila and Hanoi.


Kalau saja ada sedikit harapan, kebenaran pasti akan terucap, dan semakin cepat semakin baik. Hanya diagnosis kejam dan realistis yang bisa mengarah pada obat. Betapapun pahitnya kebenaran, tetap saja lebih baik ketimbang dusta dan penipuan. Jakarta telah tertinggal jauh di belakang ibukota lain negara tetangga dalam hal estetika, pemukiman, kebudayaan, transportasi, dan kualitas dan higiene makanan. Sekarang Jakarta telah kehilangan kebanggaan dan mesti belajar dari Kuala Lumpur, Singapura, Brisbane, dan bahkan dalam beberapa hal dari tetangganya yang lebih miskin seperti Port Moresby, Manila, dan Hanoi.

Comparative statistics have to be transparent and widely available.
Citizens have to learn how to ask questions again, and how to demand answers and accountability. Only if they understand to what depths their city has sunk can there be any hope of change. "We have to watch out," said a concerned Malaysian filmmaker during New Year's Eve celebrations in Kuala Lumpur . " Malaysia suddenly has too many problems. If we are not careful, Kuala Lumpur could end up in 20 or 30 years like Jakarta!"


Data statistik harus transparan dan tersedia luas. Warga harus belajar bertanya dan bagaimana untuk memperoleh jawaban dan akuntabilitas. Hanya kalau mereka memahami seberapa dalamnya kota mereka telah terperosok, maka barulah ada harapan. "Kita harus berhati-hati" kata produser film Malaysia dalam perayaan tahun baru di Kualalumpur. " Malaysia punya banyak masalah. Kalau kita tidak hati-hati, dalam 20-30 tahun Kuala Lumpur akan bernasib sama seperti Jakarta!"

Could this statement be reversed? Can Jakarta find the strength and solidarity to mobilize in time catch up with Kuala Lumpur ? Can decency overcome greed? Can corruption be eradicated and replaced by creativity? Can private villas shrink in size and green spaces, public housing, playgrounds, libraries, schools and hospitals expand?

Dapatkah pernyataan ini dibalik? Mampukah Jakarta menemukan kekuatan dan solidaritas untuk mobilisasi sehingga dapat menyaingi Kuala Lumpur? Mampukah kecukupan mengatasi keserakahan? Dapatkah korupsi diberantas dan diganti dengan kreatifitas? Akankah ukuran vila pribadi mengecil, dan kawasan hijau, perumahan publik, taman bermain, perpustakaan,
sekolah dan rumah sakit berkembang pesat?

An outsider like me can observe, tell the story and ask questions. Only the people of Jakarta can offer the answers and solutions.


Orang luar seperti saya hanya dapat mengamati, bercerita, dan bertanya. Dan hanya masyarakat Jakarta yang punya jawaban dan solusinya.

Source :
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1240204

Ibu dan Prajurit

Suatu ketika, hiduplah dua suku di pegunungan Andes. Satu suku tinggal di lembah-lembah, sedangkan suku yang lain tinggal di atas gunung. Suatu hari, suku gunung menyerang suku lembah dan menjarah seluruh isi desa. Mereka menculik seorang bayi dari salah satu keluarga suku lembah dan membawanya ke atas gunung.

Orang-orang suku lembah tidak tahu bagaimana mendaki gunung. Mreka tidak tahu jalan mana yang digunakan oleh suku gunung. Mereka tidak tahu dimana letak desa suku gunung. Juga, tidak tahu bagaimana mengikuti jejak-jejak suku gunung di tebing-tebing gunung itu.

Tapi, meski pun begitu, mereka mengirim para prajurit terbaik mereka untuk memanjat gunung dan membawa pulang bayi mereka.

Prajurit pertama mencoba memanjat tebing diikuti yang lain. Ketika prajurit pertama gagal, mereka semua pun gagal. Mereka mencoba lagi dengan cara lain. Namun, gagal. Setelah berhari-hari mereka mendaki, mereka hanya bisa memanjat beberapa ratus kaki saja.

Suku lembah kehilangan harapan dan putus asa. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke desa saja. Semua upaya dilakukan namun gagal.

Ketika mereka sedang bersiap-siap untuk kembali ke desa, tiba-tiba mereka melihat ibu dari bayi yang diculik itu sedang menuruni tebing gunung melewati mereka, sambil menggendong bayinya. Mereka terkejut sekali, bagaimana si ibu itu bisa menuruni tebing yang justru mereka sendiri gagal untuk mendakinya? Bagaimana si ibu itu bisa memanjat tebing-tebing itu mengalahkan mereka? Terlebih lagi, mereka melihat si bayi itu telah terselamatkan. Bagaimana mungkin?

Seorang prajurit menyambut ibu itu dan bertanya, "Wahai ibu, kami gagal mendaki tebing ini. Bagaimana kau melakukan semua ini, mengalahkan seluruh prajurit terkuat? Bagaimana bisa? Engkau belum pernah menjadi prajurit!"

Ibu itu mengangkat bahu dan berkata, "Sebab bayi yang diculik itu bukanlah bayimu. Dan, kalian semua belum pernah menjadi Ibu."

-(The Mountain, Jim Stovall)

Source : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2542531