Thursday, 18 March 2010

Anak-anak Surga Diatas Kursi Roda

Terasa hangat ketika di dekat mu. Mereka adalah malaikat kecil dengan
senyum yang dapat membuatku menagis saat melihatnya
sekaligus tersenyum bahagia dibuatnya
Dengan hentakan syaraf-syaraf kaki yang tak bisa dikontrol oleh otak,
sehingga terkesan mengamuk. Padahal mereka sedang bahagia hatinya.
Hanya perlu waktu beberapa detik untuk mengetahuinya,
dan membuatku tidak ingin meninggalkannya pergi.
Tak ingin melihatnya tersenyum terus dan tertawa terus
sementara wajah itu dan suara itu semakin kecil dan menjauh.

Mereka tidak bisa mengejarku.
Kursi roda mereka tidak cukup cepat untuk itu,
kaki mereka terlalu kecil dan kaku, dan tangannya...
untuk tepuk tangan saja mereka tak mampu. Tapi aku juga tak mampu.
Untuk tertawa seindah malaikat-malaikat itu.
Aku tak mampu tersenyum bahagia, se-bahagia anak-anak itu.
Padahal aku dapat berlari kencang. Aku dapat betepuk tangan
dengan lantang.

Mereka membuat hatiku terbelah. Aku ingin selalu melindungi mereka,
dan kalian. seakan aku adalah kakak yang selalu melindungi adik-adiknya.
Karena rasa cinta itu langsung datang, seperti jarak antara mimpi dan kenyataan,
saat kita terbangun dari mimpi itu, begitu dekat,
sehingga kita baru tersadar bahwa itu hanyalah mimpi.
Tapi tidak dengan kecepatan cinta ku dengan mereka, dengan kalian.

Sedih sekali saat melihat kalian rela duduk berjam-jam, hanya untuk
memberikan pertolongan kepadaku, padahal aku yang lebih tak layak
mendapat pertolongan. Sangat ironis. Sedih sekali melihat kalian berpanas-panasan,
sehingga telat makan, dan semakin sedih saat melihat kalian makan dengan lahapnya,
hanya dengan telur rebus dan bihun goreng.
Sedih sekali melihat tetesan keringat yang mengalir di wajah kalian,
dan kalian tetap tertawa. Seperti biasanya, dan itu membunuhku.

Kepolosannya tak layak untuk berada di bumi yang munafik ini.
Aku tak akan menyalahkan Sang pencipta. Karena Dia menciptakanmu dengan kekurangan, namun kekurangan itu diselimuti oleh kelebihan yang tak dimiliki orang lain.
Orang lain rela menatap kalian berjam-jam, orang lain pasti mau
memberikan tempat duduknya, saat melihat kalian berdiri dengan susah payah.
Orang lain mau mendengarkan kalian berbicara, walaupun harus
berusaha keras memahaminya. Orang lain itu adalah aku.

Semangat kalian begitu besar untuk dapat sembuh, berjalan,
dan berbicara layaknya orang normal lain.
Semangatku begitu besar untuk merusak diriku yang sudah sempurna ini.
Hatiku terbebas saat bersama kalian,
terima kasih untuk adik-adik ku, Maria, Heidy, Yulia, Rahmat, Danu, Howard,
dan gadis cantik yang sayang sekali namanya kulupakan,
namun tidak dengan wajah dan tawa cantikmu.
Terima kasih karena telah tertawa untuk ku, ceria untuk ku,
bercanda denganku.
Moment itu sulit untuk terulang lagi,
tapi huruf-huruf ini akan membawaku kembali kesana, saat kita bersama.

No comments:

Post a Comment