Friday, 7 September 2012

El Gran Taco Loco

This was our first culinary tour. And the lucky number one was Mexican food. Just take bus #49 to City College and you can get off at Mission St & 29th St. It's around the corner from another restaurant, but we still could see El Gran Taco Loco because of the colorful painting outside. Actually it was the plus point considered that we decided to try that because of the eye catching painting.

Once we got inside, the Mexican atmosphere was so strong. There was a big painting of the Mexican flag, and the employees were all Latinos. It would be more fun if we could speak a little bit Spanish though :((

I'd never eaten Mexican food before but Burrito sounded so familiar. So I tried a Burrito, but not just a Burrito. it was a 'Super Burrito.' Busra and Rani ordered a 'Super Taco.' Then we can chose our own sauces. There were so many varieties of sauces that I disd't know all of the names. But I picked three of the spiciest looking ones. For the beverage, there were no Mexican drinks, so we ordered a soda.









The Super Burrito was twice my hand size!! 
The Super Taco mean double!!

One thing that I disappointed was only the sauce. It turned to be not as spicy as it looked. I'm a spicy lover


Editor: Marcia Chan

Sunday, 26 August 2012

Mission Food

Mission Campus adalah salah satu kampus tempat kami (Media Guys) menuntut ilmu di dinginnya San Francisco. Beberapa kelas yang berhubungan dengan media ada disana, termasuk lab radio dan lab editing dengan peralatan canggih. Bernuansa Latin, gedung ini dan lingkungan sekitarnya langsung mendapatkan hati kami (Aku, Busra, dan Melati). Selain Busra yang sangat menyukai semua yang berbau latin dan Spanyol, lingkungan ini juga memiliki satu hal yang membuat aku menulis tentangnya - Latin food.

Satu hal yang baru kusadari, ternyata Mission Street cukup terkenal sebagai daerah kuliner. Bahkan sampai dibukukan oleh Anthony Myinth - seorang pengusaha restoran, chef, dan food consultant di Mission - dan Karen Leibowitz - penulis indie dan editor professional lulusan Ph.D di University of California, Berkeley (UC Berkeley)



Anthony Myinth & Karen Leibowitz (gambar diambil saat book signing)
 
















Saat pertama kali survey untuk kelas pertama kami, aku dan Melati menemukan lingkungan sekitar dipenuhi restoran-restoran mulai dari Latin yang sangat banyak, sampai restoran berbau Italia dan tentu saja Asia yang ada dimana-mana. Semua berbaris rapih mulai dari sepanjang jalan South Van Ness sampai Mission Street. Dari tempat yang sangat nyaman dan makanan yang mahal, sampai yang bernuansa "warteg"

Disini adalah surga bagi petualang kuliner. Yap and we're good to go. Kami berencana untuk mencoba semua restoran unik disini, dan aku berencana untuk menulis pengalamanku nanti. Siap-siap kere nih tapi T.T mesti hemat-hemat.

Tuesday, 21 August 2012

Delivered by Symphony

I found another beauty beside nocturne op.9 no.2 from Chopin
It's Beethoven Piano Concerto No.5 Op.73
And suddenly I can feel your soft skin
Your neck and teeth
The light of your smile flying away from the quiet river in paradise
I feel like we had a lot of moment together
Where everyday tells a stories about nothing but joyful
When I look deep inside this dance of fingers on every key
Time is slowing down
And I breathe constantly
To hear my heartbeat
Bouncing off the meaning of love and life
Like you and me
They cannot be separated from each other
You're such a creation
Place where I can be different
And I don't mind
It's in your lips
I want to stay forever
Build a warm dwelling
Growing old
Sleep for eternally
Emotionally in love
Different feelings that I would like to dive in
I cannot see your face anymore
But if I could
The world is still not worth
But I will
Through this symphony
I even feel your smell


Sunday, 19 August 2012

Silent Takbir

Rasanya aneh ketika malam takbiran hanya bisa dinikmati melalui jaringan internet. Di televisi disini pun tidak ada satu pun acara yang mengbarkan suasana takbiran di seluruh daerah. Tidak ada suara takbir memenuhi langit malam. Disini hanya ada kabut dan angin yang dingin. Tidak ada yang mudik. Hanya ada lalu lintas rutin menuju tempat wisata, atau kantor. Tidak ada uang THR untuk membeli baju lebaran dari Ayah. Hanya sweater lama yang menghangatkan badan. Tidak ada ketupat, opor ayam, semur daging, dan sayur paya makanan khas lebaran buatan mama. Hanya makanan kaleng dan makanan cepat saji lainnya karena jauh dari keluarga. Tak ada tangan-tangan yang kukenal untuk disalami. Disini semuanya terasa asing.

Tapi setiap tahun, kita harus lebih baik. Aku tidak khawatir karena Insya Allah aku melalui hari-hari yang lebih berat setiap tahunnya. Terus memaksa pikiran, tubuh, dan jiwa menjadi lebih baik. Karena ini adalah ciptaan yang paling sempurna dari yang maha kuasa. Mungkin sudah sejak dulu aku ingin mencoba jauh dari keluarga, bukan karena benci, tapi karena ingin mandiri. Aku pernah punya cita-cita untuk merasakan berlebaran sendiri tanpa keluarga. Aku ingin sekali menjadi reporter televisi dan melaporkan suasana lebaran di daerah yang jauh. Namun Tuhan memberikan dengan cara lain untukku dalam menikmati lebaran jauh dari keluarga. Aku ada disini mengejar ilmu dan cita-cita, jauh dari rumah dan kawan. Jauh dari cinta.

Alhamdulillah sudah 3 tahun ini aku menulis di saat malam takbir bergema. Suasana yang begitu spiritual membuatku ingin mengabadikannya dengan tulisan. Di tahun pertama Samudera bertarung dengan hatinya apakah harus memaafkan keluarganya, namun cinta sesungguhnya dari sang kekasih membuatnya luluh dengan kesedihan yang bahagia. Membuatnya tersenyum. Senyum Samudera. Lalu di tahun kedua aku mencoba berintrospeksi. Pengalaman pertama berpuasa berbarengan dengan pekerjaan. Semua bisa terlewati di minggu pertama, namun minggu kedua dan seterusnya, aku sangat jarang sholat tarawih dan mengaji, dan aku merasakan tahun itu lebih buruk dari tahun sebelumya. Apakah Ramadhanku sudah baik?

Dan tahun ini, walaupun aku tidak pernah sholat tarawih, entah kenapa aku merasa lebih baik dari tahun sebelumnya. Saat menjadi minoritas, cobaan terasa sangat sangat berat, tapi Alhamdulillah sebulan ini aku tidak pernah bolong dalam berpuasa. Aku harus melaksanakan puasa saat aku berada disini kurang dari satu bulan. Saat masih harus melakukan banyak penyesuaian.Namun inilah salah satu cita-citaku. Menjadi minoritas untuk lebih bersyukur. Waktu berpuasa yang jauh lebih lama pun bisa kulewati dengan sangat mengaggumkan. Air mata jatuh bersamaan dengan rasa syukur di setiap kesempatan. Lalu aku merasa, Aku hebat. Aku pantas memberikan penghargaan untuk diriku. 

Wednesday, 15 August 2012

Mimpi Besar Seorang Anak Kecil

"Apa cita-cita lo?"
"Apa yang pengen lo raih 5 tahun kedepan?"
"Apa target dalam hidup lo?"
Dan aku hanya bisa terdiam, menjawab sekedarnya.Basa-basi ingin sukses dan bla bla bla
"Kalo si Angga dia pengen berlayar. Kerja di kapal. Jadi koki disana dia."
"Hidup lo baru sukses kalo lo udah mencapai target lo. Cita-cita lo."

Sebenarnya aku ingin menjawab sesuatu yang beda. Karena di kepala ada sedikit mimpi - bisa keluar negri atau ke sekolah di luar negri. Amerika. Tapi saat itu aku takut untuk mengatakannya karena aku takut itu hanya omongan seorang anak yang lahir dari keluarga yang sangat tidak memungkinkan untuk bisa melaksanankan mimpinya. Itu terlalu besar. Dan aku terlalu takut untuk membual.

Menerima gaji pertamaku saat itu sebesar 1.5 juta rupiah setelah bekerja 1 bulan yang sangat melelahkan dalam sejarah kerjaku. Aku bekerja di salah satu event anak-anak pada tahun 2009. Sempat berpikir untuk keluar di tengah-tengah event karena tekanan kerja dan juga dari orang-orang disana. Namun cita-cita membelikan mamaku handphone waktu itu membuat aku terus menyeret badanku untuk terus menyelesaikan 1 bulan ini. Bekerja hampir setiap hari. Sempat meneteskan air mata di bus 43 jurusan Cililitan-Tanjung Priok di pagi itu. Namun janji kepada diriku untuk memberikan sesuatu kepada ibunda membesarkan hati kecilku.

Setelah amplop di tangan, aku bahkan tidak pusing lagi mengenai cita-cita. Ah ini yang sangat realisitis bagiku, dibanding memikirkan bagaimana cara keluar negri yang sangat tidak mungkin terjadi. Itu adalah 1.5 juta terbesar dalam hidupku. Aku merasa bisa membeli semuanya dengan uang itu. Ah andai hati bisa sebersih dulu,  kerja keras dan ikhlas membuat kita bersyukur dengan apapun yang kita dapat. Hari itu juga aku langsung ke toko untuk membelikan mamaku handphone, dan aku membeli pizza ukuran besar dengan uangku sendiri. Mungkin itu pizza pertama dan terenak yang pernah aku beli dengan uang sendiri. Aku hanya mengambil 700ribu dari gaji pertamaku. Sisa uang aku berikan ke mamaku. Saat dia masih mengenakan mukena setelah sholat. "Nih ma, adi beliin handphone sama ini buat mama." Dengan 1.5 juta aku membeli dunia dengan kebahagiaan seorang ibu dengan mukena putihnya. Karena tidak tega, mamaku menyimpan uang 500 ribu yang aku berikan. "Udah ga usah pake ngasi duit lagi segala. Handphone aje cukup emaknye. Yaudeh makasi ye ini mama simpen aje duitnye buat keperluan nanti. Insya Allah adi ditambahin rejekinye ama Allah."
"Iya gapapa mah, udah itu buat mama, adi uda janji mau ngasi handphone ama duit."

3 Tahun berlalu sejak pertanyaan dan moment itu masih aku ingat. Di belakang panggung yang sempit, seorang pemimpin mencoba untuk membesarkan hatiku, bahwa sebenarnya aku bisa melakukan apa saja dengan mimpi.

Ketika hari ini aku lihat Angga, dia sudah menikah dengan wanita Peru dan bahkan baru memiliki seorang anak. Dulu ketika melihat foto-fotonya di fb, aku sangat iri karena dia bisa jalan-jalan keliling dunia. Wah asik bener deh ngeliatnya. Ingin rasanya seperti dia, bisa keluar negeri. Dan persis hari ini aku kembali ke 3 tahun lalu. Aku melihat seorang anak yang tertunduk karena malu untuk menceritakan mimpinya. Andai waktu itu aku memberitahukan cita-citaku, aku sekarang sudah menjadi orang yang sukses karena bisa mencapainya dalam waktu 3 tahun. Kalau aku ada disana, aku akan mengatakan kepada pemimpinku, "mba, cita-cita saya, saya ingin melihat dunia!" Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya bermacam-macam, kenapa kita hanya berdiam di satu tempat? Nikmati ciptaan tuhan di belahan bumi lainnya, dan kamu akan menemukan dirimu adalah orang yang bersyukur."

Kenapa takut untuk bermimpi? Sebuah karya besar dimulai dari setitik tinta. Bermimpi bukan membual. Toh kita tidak merugikan orang lain.


















Angga dan Aku

Sunday, 12 August 2012

Finally Conflict!

Resiko yang pasti dihadapi ketika menjadi pelajar internasional adalah bertemu dengan banyak perbedaan dari perilaku sosial warga negara lain. Tinggal pilih, mau sabar menghadapi semua perbedaan sifat mereka - membuat kita kadang berpikir kenapa harus gue terus yang memaklumi dan mengalah, atau mau menunjukkan juga eksistensi yang hasilnya pasti benturan benturan prinsip yang bisa bikin kita malah bermusuhan.

1 bulan lebih 2 hari aku jauh dari keluarga, teman-teman, dan kehidupan ideal. Masih ada 10 bulan lagi untuk dilewati. Tapi hampir 2 minggu ini aku tidak pernah ngomong sama temen "P" yang tinggal 1 rumah dan sahur bareng! Ceritanya berakumulasi, dan puncaknya adalah ketika dia tidak suka karena aku menasehatinya. Menurut gue doi ngga punya tata krama atau beda dengan nilai ideal gue. Menurutnya dia bisa memakai barang-barang gue tanpa harus minta izin terlebih dahulu. Menurutnya karena kita teman dan keluarga. Menurutku dia kurang mempunyai sopan santun. Seenaknya pake-pake barang orang dan bisa-bisanya bawa-bawa "karena temen dan seperti keluarga." Padahal dia hanya ngomong cuma kalau mau minjem barang-barang gue aja.

Konflik ini puncaknya ketika aku sedang tidur, dan ketika bangun tiba-tiba dia udah ada di kamar, di sebelahku, menggunakan laptopku. Langsung lah aku tanya "What are you doing? Did you have my permission to use my laptop?" dan sinar muka dia menunjukkan kalau dia kaget dan tau kalau salah, tapi dia masih berkelit "I just checking my blah blah blah." dan I don't care, man, dalam hatiku. Dia bilang "I thought you were sleeping, so I just use your laptop." WHAT?? aku benar-benar ga nyangka dia masih bisa-bisanya ngomong kaya gitu. Terus aku bales "So you can use everything in my room when I'm sleeping? This is my personal thing, you have to ask if you want to use my laptop. Did I ever said 'no' if you want to use my laptop?" Lalu dia "OK OK blah blah blah" dan melengos dengan pembelaan-pembelaan yang gue ga inget. No "Sorry" atau lainnya.

Lalu aku merasa ini saatnya meluruskan hal ini, karena aku sudah menahan kesabaran atas perbedaan ini cukup lama, dengan kelakuan-kelakuannya yang cukup oke untuk membuat terperanga. Entah apakah kelakuan orang yang satu ini adalah representasi dari seluruh kelakuan warga negara seperti dia. Banyak keanehan yang sudah dibuatnya, tapi yang paling aku ingat adalah ketika pada suatu hari dia masuk ke kamarku dan ingin meminjam laptop. Saat itu bertepatan dengan waktu sholatku dan aku bilang aku akan segera sholat. Padahal dia tau syarat sholat adalah harus berwudhu dulu yang tidak akan memakan waktu seharian, paling 2 menit, tapi dia tetap kukuh untuk meminjam sebentar. Hubungan antara laptop dan sholatku adalah aku sholat di tempat aku biasa menggunakan laptop. Jadi ketika akan sholat, space itu harus dikosongkan, dan tidak boleh ada orang menggunakan laptop untuk keperluan apapun. Dan ketika aku selesai wudhu dan masuk kamar, dia masih asyik dengan dunianya dan tidak menghiraukanku yang sudah rapih dan siap untuk sholat. Aku sengaja tidak ngomong, tapi dia tidak sadar-sadar juga. Lalu akhirnya aku ngomong "Ok man, I'm gonna have my prayer now." dan lalu dia bangun dan dengan santainya berusaha membawa laptopku. Kejadian itu kalau di slow motion lucu juga, dan kurang lebih adegannya seperti ini : Bangun, bergeser ke kiri dan memasukkan bangku ke dalam meja, melihat-lihat sisi laptop, mengangkat sedikit, lalu "YAK" mencabut kabel charger saudara-saudara. Lalu matilah laptopku karena aku tidak pernah menggunakan baterai. Lalu kami berdua sempat berada dalam awkward moment beberapa saat. Otakku mencerna kejadian yang ada di depan mata dan memberikan informasi ke data yang tersimpan selama hidup ini - apakah ada kejadian sama yang pernah terjadi sebelumnya seperti ini. Setelah otak memberikan informasi bahwa ini adalah kejadian pertama kali, lalu dia menyimpannya dalam folder "langka" di otak, lalu langkah berikutnya adalah merespon kejadian "langka" tersebut dengan jawaban yang jujur apa adanya "What are you doing??" Maksudnya disini adalah 2 pertanyaan - kenapa dia mencabut kabel charger, dan kedua adalah siapa yang suruh (mau ngapain) dia bawa laptop gue?? Lalu dengan perlahan dia menaruh laptopku kembali ke meja dan mulai melancarkan aksi defensif dengan menunjukkan keheranan dan keluguan dengan ekspresi wajahnya lalu bertanya balik "You're charging?" *facepalm "YES," jawabku. Walaupun sebenarnya pertanyaan itu tdak harus dijawab. Lalu dia mundur perlahan sambil tetap terlihat bingung dan tidak tau harus melakukan apa. Sebenarnya kata "Sorry" bisa menyelamatkannya dari keadaan canggung ini, tapi secara kata itu tidak ada dalam kamus kehidupan orang ini sepertinya, jadi yah mau bilang apa. Karena sudah terlanjur sebal dan heran juga, aku akhirnya memutuskan untuk langsung sholat tanpa mengindahkan dia yang masih ada di belakangku dan berdiri mematung untuk beberapa saat, sebelum akhirnya menyadari bahwa aku tidak meresponnya - dia lalu pergi.

Temanku yang satu ini nampaknya juga memiliki keistimewaan lainnya. Dari analisa yang aku buat setelah waktu itu melakukan obrolan cukup panjang dengannya adalah dia tipe orang yang merasa selalu benar. Hal itu didapat ketika kita berbicara, dia banyak sekali menggunakan kata "No" dan meneruskan dengan opininya, dan kadang lucu juga mendengarnya, tapi aku membenarkan saja untuk menghindari perdebatan yang lebih sengit namun kurang penting.

Melalui pertimbangan-pertimbangan diatas akhirnya aku memutuskan untuk berbicara dengannya untuk meluruskan hal yang telah terjadi - bahwa dengan alasan apapun dia tidak bisa seenaknya memakai barang orang lain tanpa seizin yang punya. Tapi kalian pasti sudah bisa menduga, begitu aku masuk kamarnya dan mulai berusaha berbicara dengannya, dia seperti menolak dan mengatakan "Ok no need to talk about this, it's not a big deal," dengan ekspresi kesal yang dibalut senyum sehingga terlihat aneh. If it's not a big deal, you can do any more big deal to me. Maybe next time he can take my laptop and say it's not a big deal. Tolak menolak pembicaraan terjadi beberapa kali dengan detil yang tidak bisa diceritakan karena intinya menggunakan omongan yang hampir sama.

Karena kejadian ini sudah lama, jadi aku tidak begitu ingat detilnya, dan sebaiknya tidak usah diingat-ingat lagi, karena banyak hal yang lebih penting yang harus diingat selain mengingat ini -___- Dan ini juga sebagai pebelajaran bagiku bahwa dunia ini luas, dan Tuhan menciptakannya untuk kita agar mengambil pelajaran dari hal-hal yang kita temui. Ini sebagai proses pencapaian tingkat spiritual juga, bagaimana kita berhadapan dengan perbedaan namun semua bisa berjalan baik-baik saja. Seminggu lagi aku akan merayakan idul fitri disini, dan kami masih 'marahan' well sebenarnya akhir-akhir ini lebih baik dibanding awal-awal. Ahh biar waktu yang menyembuhkan, and guess what, beberapa hari ini penuh dengan cobaan tapi aku lebih bisa berbesar hati untuk menerimanya. Karena kami semua disini masih menyesuaikan.

Tulisan ini mungkin terlihat tidak penting, tapi cukup 1 tahun kedepan mungkin aku akan senyum-senyum sendiri ketika membaca ini, terlebih andai tulisan ini ada di buku kompilasi petualangan CCIP 2012 

Saturday, 21 July 2012

Hari Pertama Puasa di San Francisco

Menunggu jam-jam menjelang matahari terbenam di San Francisco aku akan menceritakan pengalaman pertama kali menjalankan ibadah puasa di negeri asing. Kalau banyak orang di Jakarta mengeluh karena jam 6 sore datang sangat lama, atau bahkan membatalkan puasanya hanya karena sedikit haus atau lapar, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepada mereka jika mengetahui kalau pukul 8:30 malam adalah waktu berbuka puasaku disini. Kurang lebih 16 jam 30 menit aku harus menahan lapar & haus plus cobaan sebenarnya - menjadi minoritas. Tapi mungkin disini tidak akan terlalu merasa haus karena udara yang lembab dan angin yang dingin. Yah semua negara punya kekurangan dan kelebihan.

Pukul 3 pagi aku harus bangun sendiri, tidak ada mama yang biasa mengetuk pintu, suara-suara di dapur atau acara televisi yang membangunkanku untuk sahur. Hanya niat yang tulus dan alarm yang keras yang membangunkanku. Tidak ada waktu untuk bersantai-santai karena semua makanan harus disiapkan sendiri dalam waktu setengah jam, dan setengah jam lagi untuk makan sahur. Di apartemenku ada tiga orang yang menjalankan ibadah puasa (semoga kita semua konsisten) satu bernama Ejaz dari Pakistan, dan Jon dari Tajikistan. Tapi sepertinya Jon mempunya waktu berbeda dalam menjalankan ibadah sahur, jadi sepertinya kita tidak akan makan sahur bersama.

Tidak ada banyak bahan yang bisa dimasak, dan tidak ada waktu untuk memasak sesuatu yang akan memakan waktu lama. Hanya dengan telur, ayam , ikan, udang olahan, kentang dan kacang panjang, dan nasi yang banyak sepertinya akan menjadi menu sahurku sebulan ini. Dengan susu dan madu sepertinya sudah lebih dari cukup.

Sahur ini dilalui dengan tenang, tanpa hingar bingar televisi yang memutarkan beragam acara untuk menemani sahur. Dan sahur ini ditambah dengan mengetahui menu sahur teman Pakistanku. Dia hanya makan beberapa roti dengan madu dan semacam kacang almond, dan pineapple jus.















Setelah sholat subuh pukul 4:36 waktu setempat, aku hanya bisa tidur sekitar 2 jam karena pada pukul 6:30 aku harus bangun karena hari ini adalah hari pertama aku melakukan Volunteer sekitar 4 jam. Selama setahun program ini berjalan, kami (CCI students) diwajibkan melakukan volunteer 100 jam. First day of fasting, first day of volunteering. Kegiatan volunteer dimulai sekitar pukul 9 di kampus. Hari ini aku membantu international staff untuk melakukan orientasi kepada mahasiswa-mahasiswa international yang akan mulai Fall Academic bulan Agustus ini. Kegiatannya cukup mudah. Kami disuruh untuk membantu para Mahasiswa untuk registrasi absen orientasi, dan siang harinya membantu membagikan makan siang. You must know the hardest part. Yaps saat jam makan siang. Ketika semua orang dengan santainya menikmati ayam goreng, bihun, salad, snack, dan cola sambil tertawa-tawa. Tapi aku malah tersenyum dan dalam hati berkata "Yes akhirnya bisa merasakan menjadi minoritas!" It's kinda cool for me...



"Saat orientasi. Aku harus mengikuti acara ini juga karena ada informasi-informasi yang akan dibutuhkan selama masa akademik nanti berjalan."










"Inilah kurang lebih suasana di cafetaria saat makan siang."


















Kami selesai volunteering pukul 1 siang karena harus masuk kelas. Kegiatan orientasi selesai pada pukul 6 sore. Beberapa hari ini aku selalu mengantuk saat di kelas, dan tadi ditambah dengan sakit kepala, maka lengkaplah sudah perjuangan hari pertama berpuasa ini.

Cobaan hari pertama bukanlah dari rasa lapar, tapi dari cobaan emosional yang timbul karena perbedaan karakter dan budaya. Perbedaan watak dan karakter dari teman-teman India dan Pakistan adalah cobaan terbesarku disini, dan mungkin tidak jauh berbeda dengan teman-teman lainnya (Agar CCIP berikutnya bisa siap-siap mental :p) Untuk cobaan budaya datang dari semua negara. Hari ini aku baru mengetahui kalau aku tidak bisa mengandalkan mereka untuk memahami statusku yang sedang berpuasa. Setelah kelas selesai, kami diminta untuk mengambil makanan yang tersisa dari lunch break tadi, dan lumayan banyak. Dan ternyata aku tidak kebagian daging ayam. Ketika aku mencoba untuk memberi pencerahan bahwa aku butuh daging untuk berbuka dan berpuasa nanti, mereka seperti tidak peduli dan tidak mau membagi ayam yang mereka dapat. Awalnya sedih juga sih rasanya mengetahui kalau aku benar-benar sendirian disini. Tapi inilah kenyataannya, dan aku hanya mendapat semacam mie dan brokoli-brokoli yang akan menjadi menu berbuka dan sahurku nanti.

Haahhh satu bulan ini akan menjadi bulan puasa terkeren yang pernah aku jalani. Selamat berpuasa untuk teman-teman yang menjalankan. Tetap semangat!!