Thursday 2 September 2010

Pemimpin 'cinta damai'


Rabu, 1 September 2010. Pukul sembilan malam WIB, SBY mengeluarkan pernyataan terkait hubungan Indonesia-Malaysia yang akhir-akhir ini memanas. Dari pukul setengah delapan kutunggu penuh harap-harap cemas. Tak pernah satu pidato presiden pun yang aku tanggapi, kecuali yang satu ini. Karena pidato kali ini isinya hanya dua. Perang atau Damai. Kubayangkan jika SBY menyatakan perang terhadap malaysia - yang sudah terlalu memancing emosi rakyat Indonesia, dengan kelakuan-kelakuan provokatifnya - apa yang akan terjadi sesungguhnya. Bagaimana perang itu? Yang selama ini hanya aku baca di buku sejarah, kulihat di film-film, di berita, dan bahkan kumainkan di komputer, kini akan kualami sendiri. Gedung-gedung hancur, orang tua yang kehilangan anaknya, anak yang kehilangan bapaknya. Sesuatu yang tidak bisa kualami. Lalu konflik dalam diri terjadi. Mana nasionalisme mu, anak muda. Mengaku ber api-api jika menyangkut bangsa. Namun ketika bangsa dilecehkan, hati sudah khawatir dan takut berperang untuk membela bangsa.

Akhirnya SBY memulai pidatonya. Aku yakin ini sudah dinanti-nanti seluruh rakyatnya. Berpidato di Mabes TNI di Cilangkap, banyak pengamat mengatakan SBY siap berperang. Menurutku juga begitu, dan aku mulai khawatir. Juga ketika melihat mentri-mentri yang hadir - termasuk mentri pertahanan, sudah cukup tersirat isi pidato yang akan disampaikan SBY. Saat memasuki ruangan mengenakan batik merah menyala, aku langsung lemas. Beliau membicarakan sejarah Indonesia-Malaysia yang satu rumpun, lalu ke hubungan bilateral, masalah TKI, dan terakhir masalah perbatasan yang menjadi pemicu kemarahan rakyat Indonesia. Lalu beliau mengatakan solusinya adalah dengan segera menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Intinya diplomasi (lagi). Entah kenapa saat itu aku merasa lega memang, namun dalam hati juga merasa ini khas pidato SBY sekali. 'Cari aman'. Tak ada emosi didalamnya - bahkan saat beliau mengatakan kalau dia tahu perasaan rakyat Indonesia yang merasa dilecehkan. Dikatakan tenang pun tidak. Lebih terlihat pasrah dibanding berkepala dingin. Seperti kita punya tetangga yang selalu usil dan menganggu rumah tangga kita, namun kita pasrah saja. Baik sih, namun aku rasa tuhan juga tidak membenarkan perilaku seperti itu.

Bagaimanapun juga, itulah keputusan yang diambil sang presiden. Keputusannya juga memiliki beberapa nilai positif. Dia memang pemimpin. Memikirkan kesusahan yang akan diterima rakyatnya jika perang yang diputuskannya. Dan lebih memilih 'diplomasi' agar rakyatnya yang banyak bisa tetap hidup. Menyatakan kepada seluruh dunia, bahwa Indonesia adalah negara cinta damai. Dan tak kalah penting, ini menunjukkan SBY adalah orang yang memiliki ilmu agama yang bagus. Mendengarkan ceramah ustad dengan khusyuk, bahwa pada bulan Ramadhan diharamkan berperang. Saya tetap mendukung bapak, walaupun sepertinya kemarin tidak merasa mencoblos bapak.

No comments:

Post a Comment