Thursday, 28 April 2011

Ironi

Sudirman, bekerja sebagai pemulung dengan gerobak cokelatnya - bila apa yang dia lakukan bisa dibilang sebagai pekerjaan. Ya, dia mendapatkan uang dari situ, walau tidaklah besar. Mungkin dua hari sekali dia bisa makan sedikit enak dengan dua macam lauk, bersama istrinya, Hikmawati. Hikmawati selalu berjalan dibelakang gerobak yang ditarik oleh Sudirman, takut-takut mereka melewati sebuah gelas plastik bekas air mineral, atau sekedar kawat sisa pembangunan. Mereka berangkat saat matahari mulai terbenam. Berkeliling Jakarta dengan perut setengah terisi, dan harapan yang tidak lagi sebesar cita-cita mereka saat mereka kecil. Dengan harapan sekecil itu, Sudirman tetap menarik gerobaknya, melewati jalan raya yang sempit dan genangan air hujan sisa semalam. Suatu hari, Sudirman menemukan sebuah Blackberry di pintu sebuah ruko. Tanpa pikir panjang, Sudirman langsung mengambilnya, dan memberitahukan kepada Hikmawati. Sudirman berencana menjualnya di Jatinegara. Tapi Hikmawati melarangnya. Menurutnya itu dosa, menjual barang yang bukan milik mereka. Namun, Sudirman hanya ingin membahagiakan istrinya yang selalu setia menemaninya. Ia berencana mengajaknya ke pasar baru, membeli sepatu untuk mereka agar tidak lagi menggunakan sandal jepit yang sebentar lagi akan putus. Sudirman berhasil membujuk sang istri agar sependapat dengannya. Menurut Sudirman, Blackberry inilah rejeki yang diberikan tuhan untuk mereka.

Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Wahidin, rekan sesama pemulung. Wahidin tidak menggunakan gerobak, dan dia tidak ditemani istrinya. Wahidin hanya menggunakan karung besar yang dipanggulnya. Wahidin adalah seorang pemalas. Ia lebih sering duduk-duduk di pinggir jalan,atau dibawah kolong jembatan. Dia selalu merokok kretek sambil terbatuk-batuk. Kadang ia mau muntah jika menghisap terlalu dalam. Tapi dia tidak akan berhenti merokok. Wahidin selalu berjalan dibelakan Sudirman. Ia selalu ketinggalan. Hasilnya, dia jarang mendapatkan sisa gelas plastik, atau kawat sisa pembangunan. Wahidin tidak pernah menyukai Sudirman, dan istrinya. Wahidin ingin memperkosa istri Sudirman, dan merampok hasil pekerjaan Sudirman. Wahidin selalu pusing ingin menjatuhkan Sudirman, dan setelah tahu Sudirman menemukan Blackberry, dan akan menjualnya untuk membeli sepatu, Wahidin mendapatkan ide untuk mencuri Blackberry tersebut. Tentunya Wahidin akan menjualnya juga, dan uang tersebut akan dibelikan sepatu mahal untuk membuat Sudirman kesal. Setelah mereka berpapasan dan bertukar sapa palsu, Wahidin bersembunyi untuk diam-diam mengikuti mereka dan mengambil Blackberry tersebut saat Sudirman lengah. Saat Sudirman dan Hikmawati beristirahat sejenak untuk makan, Wahidin dengan cepat menyabar Blckberry dari tangan Hikmawati, dan meremas payudaranya, lalu kabur. Hikmawati pun sangat kaget, dan tidak sempat melindungi dirinya. Setelah Sudirman kembali dari warung dengan sebungkus nasi, Hikmawati menceritakan kejadian tersebut. Takut sang suami marah besar, Hikmawati bersiap-siap melindungi wajahnya dari tamparan Sudirman. Namun Sudirman tidak melakukannya. Ia hanya sedikit menyumpah kepada Wahidin. Sudirman berkata bahwa Hikmawati memang benar, Blackberry itu bukan rejeki mereka. Dan mereka pun kembali berjalan, setelah makan.

Keesokan paginya, Sudirman membawakan istrinya sepatu bekas yang masih bagus, untuk digunakannya sebagai alas kaki baru, menggantikan sandal jepitnya yang akan putus. Sudirman berkata kepada istrinya sambil tersenyum “Tuhan mengembalikan rejeki kita yang dirampas semalam.”

Wahidin ditemukan tewas dengan cekikan kawat sisa bangunan di lehernya, dan beberapa luka pukulan.

Thursday, 21 April 2011

Buah Cinta


Tau kenapa anak disebut buah hati, atau buah cinta?

Buah itu berasal dari sebuah pohon. jika menginginkan buah yang manis, pohonnya harus dirawat dengan baik. Pohon yang tak terawat menghasilkan buah yang rusak, kurang manis, atau busuk! Jangan salahkan buah yang busuk. Salahkan pohon yang jelek, dan tak terawat. Tidak pernah disiram dengan air jernih. Tak pernah menyerap sinar matahari, dan tak pernah ditabur pupuk diatas tanahnya.

Buah yang busuk pun bisa disebabkan faktor dari luar. Misalnya dimakan ulat, atau codot, atau binatang lainnya. Namun, seorang petani yang baik seharusnya dapat mengantisipasinya. Ia dapat berjaga di sekitar pohon untuk mencegah hal tersebut. Seharusnya, petani yang baik sudah memikirkan hal tersebut. Bahkan sebelum ia memutuskan untuk menanam benih untuk menumbuhkan pohon tersebut - yang akan menghasilkan buah yang baik. Karena memutuskan untuk menjadi petani, janganlah dianggap enteng.

Kita bisa menjadi petani yang cakap, pohon yang rindang, atau buah yang manis. Tadi malam aku melihat petani yang sukses. Ia tidak menikmati buahnya secara berlebihan. Ia merawat pohonnya, dan buahnya pun menjadi manis.

Petani yang cakap, pohon yang rindang, dan buah yang manis. Perkebunannya pun sukses

Saturday, 16 April 2011

harus berapa banyak tulisan untukmu?

Kau bersalah atas bir dan vodka yang menghuni dan meracuni perutku ini.

Bahkan aku tidak peduli dengan abu rokok yang kuminum.

Bukan karena kau membuatku kembali ke awal lagi.

Tapi karena telah mengangkatku tinggi-tinggi, lalu menendangku jatuh dengan keras, dan tidak mati.

Bibirku kebas, mataku merah, dan kepalaku berputar menuju gravitasi.

Perutku tak sanggup lagi, tapi hatiku merasa belum cukup hanya dengan ini.

Mengapa aku terlalu mencintai gumpalan daging dan kelenjar payudara yang selalu membuatku menyingkirkan logika dan waktu bercinta.

Pelajaran untukku – jangan pernah berbicara tentang yang akan datang - denganmu.

Waktu yang terlewati pun kadang bukan sesuatu yang terbaik.

Saat seperti ini, aku sangat merindukan anggur merah dan beberapa teman.

Tapi aku lebih merindukanmu, walau hanya duduk bercanda.

Bukan di restoran mewah, atau di tempat-tempat yang indah.

Dimana saja asal denganmu, kekasih hati.

Tempatku dapat mengobati segala penyakit.

Mabuk cintamu melebihi candu apapun.

Bahkan keringatku merindukamu.

Dia keluar begitu deras, dan bertanya padaku, kemana dirimu?

Apa lagi yang harus kujawab? Selain saat aku selalu memberikannya harapan palsu.

Tanganku tak bisa menggenggam selain goresan sidik jarimu yang unik. Juga jarimu.

Apakah aku pernah menggenggammu?

Untung bibirku tak sebawel tanganku. Juga kelaminku.

Mabukku perlahan sirna, seiring asap yang melawan kehendak tuhan, dan ilmu fisika yang kupelajari, namun tak pernah kupahami.

Tapi kenapa cintaku tak sirna juga?

Tubuh lain yang indah tak bisa mengalahkan tawamu yang selalu kau tutupi.

Aku mencari, namun tak ada yang ditemukan.

Teman yang menyadari tak bisa kupahami.

Syukur selalu kupanjati, walaupun derita yang selalu kualami.

Tuhanku, bukan tuhanmu. Benarkah??

Ayolah, jangan terlalu diambil hati. Nikmati saja cinta ini.

Senikmat aku saat mendengar kau merindukanku juga.

Senikmat alunan orchestra ini.

Andai rokok ini memabukanku juga.

Akan kusimpan dalam lemari. Sampai saat yang tepat menghampiri.

Kau tahu, aku berjalan sepanjang hari.

Aku ingin kau menungguku, sekali.

Tapi sepertinya kau tidak suka menunggu.

Kau menemukan belahan hati yang lain. Maybe.

Jangan membuatku membencimu, karena aku tak akan bisa.

Kau hanya melakukan sesuatu dengan sia-sia.

Kau yang harus membenciku.

Karena aku hanyalah seorang yang tolol.

Bicarakan saja dengan sahabatmu, maka dia akan memakiku pasti.

Aku akan kehilangan inspirasi. Itu pasti.

Mungkin nanti, aku akan kehilanganmu juga.

Sebelum itu terjadi, biarkan aku memelukmu, belahan hati.

Tidak, kau memiliki seluruhnya, bukan sebelah. Hatiku.

Kutanya lagi kemana logika?

Belum ada jawaban.

Katakana saja apa yang ada dihatimu.

Cinta atau benci.

Jangan selain itu.

Jangan ada ‘tapi’.

Empat huruf itu cukup untuk membuatku menyesal seumur hidupku.

Semua ini terangkum dalam satu kalimat.


“Aku sayang kamu.”

The Jasmines


When I was a kid, my grandma usually told me to pick some blossom jasmines at the garden. She smelled the flowers so deep, and put them in her wardrobe until those jasmines were wilted. I used to keep the flowers for myself. I love to smell them too. When I picked five, I kept one of them, and my grandma never knew that. And sometimes, I just picked all the flowers for myself, and told my grandma that the flowers were not blossom yet. Now I’m growing up, and my grandma is getting old. She never told me to pick up the flowers again. But when I walking in the morning, I smell something’s familiar. It’s the jasmines. They still blossom every morning. They never look old, even though they’re growing. I picked one and put it in my pocket. It’s getting dry, but the smell is still linger in. Those jasmines never get bored with their scent. They love the way they are. Eventually, people love them. My grandma loves it. And I never give that flower to my grandma anymore. Those jasmines are turning into angel. Goodness in me. Motivates me.

Wednesday, 13 April 2011

Puisi Trans7

aku duduk diantara langkah beriringan
diantara tawa cekikikan
sepatu kulit bermerek
hidung lancip dan pipi merona
dan diantara kebaikan dan kejahatan
surga dan neraka
nafsu dan cinta
aku duduk
lalu terjengkang

aduh
hahaha

Monday, 11 April 2011

Cinta Pohon dan Tanah

aku selalu berharap hujan turun setiap malam. membawa mimpi dalam tidurku menyerap kedalam tanah. menyatu dengan bumi. namun yang terdengar adalah mesin-mesin kendaraan, anjing yang menggonggong, atau darah yang mengalir dalam nadi yang membentang membungkus tubuhku. menghasilkan kehidupan yang lebih sering mengalami keputusasaan.

padahal aku berharap diciptakan sebagai sebuah pohon besar. kokoh, dan berumur panjang. menjalin cinta dengan satu-satunya elemen penghubung kehidupan dan kematian - tanah. manusia diciptakan dari tanah, dan akan kembali ke tanah. kau bisa menjadi tanah. kau adalah tanahku. aku adalah pohon besar yang menjulang. daun-daunku mungkin dapat rontok setiap musim gugur. ranting-rantingku mungkin dapat patah saat tua, atau burung datang menghancurkannya. manusia mungkin bisa menebangku untuk keserakahannya. namun selama akarku masih menyatu dengan tanah - dengan dirimu, aku tidak akan pernah mati. kita akan selalu bersatu. siapa yang butuh akar tua yang sulit untuk dicabut, karena menjalar menuju inti bumi.

mimpi-mimpiku akhir-akhir ini semakin aneh. tapi aku menikmatinya. bentuk wajah mungkin tidak terlihat jelas. tempat-tempat mungkin abstrak, namun perasaan, dan lembutnya jari yang lentik, tak dapat membohongi. tak bisa menyamarkan, atau mengacaukan. ketika kau tidur nyenyak, aku sudah berdiri dengan mata tertutup di sebuah tabung yang bisa menjadikanku mati, atau membuatku bernyanyi karena kesenangan yang tidak akan bisa didapatkan orang lain. senyumku terlihat manis dan memabukkan, namun kesedihanku bersembunyi dalam gelapnya hati. hati yang dibungkus oleh jaringan-jaringan dan daging merah. aku bahkan tidak dapat melihatnya, kecuali seseorang datang tiba-tiba dan membunuhku. atau serangan jantung yang datang tiba-tiba karena aku masih terus merokok dalam ruang kamarku yang sempit. kadang kulihat asap yang statis di udara, membentuk seperti sebuah jalan yang panjang menuju Tuhan. atau lubang yang ditutup dengan kumpulan tanah merah yang basah, yang didalamnya hidup bakteri-bakteri dan cacing yang siap melubangi mata, dan tubuhku.

itu adalah konsekuensi menjadi manusia. namun beberapa orang rela, karena kesenangan yang didapat seorang manusia, bisa melebihi imajinasi. bagiku saat ini yang sebanding adalah manusia bisa bermain piano. jika aku adalah pohon yang besar, aku mungkin tidak akan bisa bermain piano. kecuali mungkin aku adalah setengah pohon, dan setengah manusia. aku tidak apa-apa jika butuh waktu yang lama untuk menjadi pohon. setidaknya aku beruntung bisa bertemu dengan seorang hawa itu. waktu aku masih menjadi manusia, aku melihat seorang hawa yang duduk menyendiri di suasana yang ramai. aku berpikir, apa yang sedang dipikirkannya? karena begitu malu, aku meminta saran teman-temanku. mereka bilang dia jelek, karena duduk sendiri. namun saat itu enzim dalam tubuhku menghasilkan zat-zat kimiawi yang membuatku berani untuk bertanya. saat aku menyapanya, mulutnya berbicara. namun matanya, dan zat-zat kimiawi dalam tubuhnya membuatku tuli. pertanyaanku hilang begitu saja. aku tidak memiliki lidah untuk berkata. hanya ada telinga untuk mendengar, sedikit bibir untuk tersenyum, dan kaki untuk berdiri selama apapun dibutuhkan. pohon diluar sana mungkin tidak mengerti apa yang diriku rasakan saat itu saat menjadi manusia. wahai pohon, itu namanya cinta.

cinta itu tolol, kata seseorang. seseorang itu aku. menjadi tolol saat kita tahu kita tetap mencintainya saat dirinya mencintai orang lain. tolol dan mentololkan. cinta itu melemahkan. setiap malam mungkin kita hanya menangis, mematikan semua cita-cita yang dulu pernah dibuat seorang anak kecil di undukan bukit hijau. anak itu mungkin bercita-cita pergi ke bulan. tapi kata seseorang, cinta itu menguatkan. seseorang itu aku. aku akan menghancurkan batu apapun, untuk menemukannya duduk sendiri, dan mengajaknya ngobrol. lalu aku adalah manusia paling beruntung di dunia, saat melihat gerakan lembut dari bibirnya, yang menghasilkan suara bidadari.

marilah sayang, kita menjadi pohon dan tanah. tidak akan ada yang bisa memisahkan kita. aku berjanji akan meluncurkan deras akarku menuju intimu. dan kau menghidupkanku.

Thursday, 7 April 2011

Kakek Penjual Peniti

Lagi, kulihat kehidupan sebenarnya dijalan. Perjuangan yang keras sekedar untuk melawan tuntutan hidup sehari-hari. Apa yang aku lakukan tidak ada apa-apanya dibanding mereka.

Kakek penjual peniti duduk di pinggir jalan di tumpukan bahan bangunan. Usianya mungkin sekitar 70 tahun keatas. Di belakangnya sedang dibangun proyek gedung perkantoran baru. Simbol pesatnya pembangunan di negara ini, dan satu lagi adalah simbol korban rakyat yang tertinggal dari perlombaan mencari kekayaan sebanyak-banyaknya. Ironi Jakarta mencekik dengan panasnya siang. Kakek penjual peniti masih berada dibawah teriknya matahari.

Mari kita panggil dia bapak Masini, agar lebih akrab.
"Peniti... Peniti..." Dengan suaranya yang pelan, namun cepat, ia menawarkan peniti kepada pekerja-pekerja kantoran di daerah Kuningan yang berlalu lalang mencari makan siang. Ada yang memutuskan makan siang di restoran seberang, ada yang memutuskan makan siang di restoran cepat saji, karena sebentar lagi mungkin ada meeting dengan klien. Atau ada yang bosan karena selalu makan ayam bakar setiap hari. Tapi bapak Masini tidak tahu itu. Mungkin perutnya terlalu lapar untuk dapat berpikir itu. Mungkin ia terlalu kepanasan. Ia hanya menawarkan peniti. Pekerja mana yang butuh peniti? Alhasil, bapak Masini hanya dilewati - seperti sebuah lampu jalan, atau rambu lalu lintas. Namun beberapa masih menyempatkan waktu mereka untuk memberikan senyuman dan lambaian tangan, tanda mereka tidak terlalu membutuhkan peniti.

Dua orang pekerja lewat sehabis makan siang, melewati bapak Masini seperti biasa. Setelah satu orang kembali ke kantornya, yang satu lagi tinggal sebentar. Berjalan kembali. Bapak Masini masih menawarkan peniti tanpa henti.
"Berapa sebungkus peniti pak?"Tanyanya.
"Seribu." Katanya.
"Beli dua, pak." Pekerja itu memberikan dua ribu recehan. Bapak Masini mungkin senang, tapi raut mukanya tak bisa dibaca. Hanya terdengar ucapan syukur "Alhamdulillah, alhamdulillah."

Mungkin bapak Masini juga sudah lapar, dia makan beberapa suap. Kemudian membereskan dagangannya kedalam tas, lalu beranjak. Tidak tahu sudah berapa banyak peniti yang terjual. Hanya dua bungkus, atau beberapa. Kemana bapak Masini pergi? Mungkin mencari tempat berteduh. Atau pulang, karena dia berjanji dengan cucunya untuk membelikan sandal jepit baru. Atau ia berjanji dengan istrinya, jika belum dapat uang sepuluh ribu, ia tidak akan pulang.

Bapak Masini berjalan pelan, dengan kemeja seadanya, celana bahan lusuh, dan sandal jepit, bapak Masini terlihat beda dinatara pekerja-pekerja berbadan tegap, dengan kemeja rapih, dan celana bahan bersih.

Monday, 4 April 2011

Surrogate

Apa salahku kepada matahari pagi ini. Aku sudah mematuhinya, menjadi budaknya. Berjalan melewati batu-batu yang masih tumbuh pagi ini karena menerima tetes kehidupan embun.

Kaki kaki menunggu bis pagi-pagi. Apa salahku sehingga saat itu kulihat bayangan dirinya di tubuh orang lain. Ya tuhan, dia mirip denganmu untuk beberapa saat. Dia memiliki warna kulit seperti warna kulitmu. Coklat keemasan. Kutahu itu warna kulit kleopatra - ratu mesir yang disukai oleh julius cesar sang kaisar romawi. Warna kulitmu. Dan secepat pandanganku menghindar, pikiranku melesat berkilo-kilo meter ke tempat kau masih tidur mungkin. Aku melihatmu tidur di pikiranku. Saat kumencoba bermain pedang lagi - yang akan menyayatku sendiri - dengan melihatnya sekali lagi, dia juga memiliki kualitas alis seperti alismu. Berbeda bentuk, namun aku bisa merasakan alismu saat melihat alisnya. Dan matanya. Terkutuklah diriku, dia memiliki sorot mata seperti sorot matamu. Berbeda bentuk,namun aku bisa melihat dan mengingat saat kita pertama bertukar pandangan.

Dan di dalam bis ini, dia duduk agak jauh dariku. Namun, aku bisa melihatnya dari samping dengan gayanya yang mirip dengan gayamu. Salah apa aku pagi ini. Aku sangat merindukanmu, wanita dengan kecantikan batin dan ruhmu meruntuhkan ketegasanku. Tawa dan suaramu.

Dan sekarang, ketika semakin banyak orang dalam bis ini, dirinya tak lagi terlihat. Tapi bentukmu kembali terpahat di pikiranku.