Monday 10 May 2010

Sugesti bertahun-tahun tidak mempengaruhi seorang bapak

Pada Suatu hari,disaat aku sedang sering bolak-balik ke Dinas Pekerjaan Umum - intinya untuk menyambut jiwa jurnalis yang tiba-tiba kembali datang. Setiap sampai disana, aku selalu berkunjung ke salah satu stand asongan sederhana yang ada disana. Pada suatu hari, terjadi peristiwa menggemparkan, tepatnya menggemparkan hatiku yang selalu emosi jiwa, saat berurusan dengan dinas pemerintah, dan peristiwa itu menggemparkan emosiku, menjadi hiburan jenaka. "Lumayanlah," tawaku dalam hati. Begini ceritanya (ala KISMIS)

Ada tiga orang yang berperan dalam drama singkat tersebut. Mmm, sebenarnya sih banyak orang disana, yang kuyakin pasti punya peran masing-masing yang menyebabkan seorang bapak yang 'sok cool' ini berbuat demikian, tapi kita sorot kepada ketiga orang ini saja. Yaitu Aku, Ibu penjual, dan Bapak pembeli

Bapak pembeli ingin membeli rokok 'Djarum Sipir', dan biasanya orang-orang menyebutnya dengan 'Sipir' saja. Tapi mungkin si bapak ini kurang setuju dengan sebutan itu. Dia ingin menyebutnya dengan kata depannya saja, yaitu 'Djarum,' dan beranggapan semua pedagang rokok pasti tahu. Aku pun beranggapan begitu. Tapi sepertinya si Ibu penjual ini, terlalu lama berurusan dengan mesin jahit, atau dia saat itu teringat dengan jahitan baju suaminya dirumah yang belum selesai, dan pasti suaminya marah jika melihat jahitannya belum selesai saat ia pulang kerja, padahal selesainya jahitan baju itu menentukan masa depan keluarga mereka, sehingga saat itu si ibu kurang konsentrasi saat berjualan.

Tibalah Si bapak dengan uang seribu rupiah yang langsung disodorkan 'Djarum.'

Dan si Ibu merespon sepersekian detik lebih lama dari biasanya yang aku tahu ketika selalu nongkrong disitu. 'Djarum..Djarum apaan?.' Dalam hatiku bertanya "Bu, Anda tidak berpikir bahwa si bapak ini mencari jarum jahit kan?" Sayangnya dia tidak bisa mendengar pertanyaanku. Lalu si Bapak menjelaskan yang bisa lebih dimengerti oleh si ibu, 'Djarum Sipir.' 'Ooo, Sipir, jawab si Ibu.' Lalu si Ibu segera memberikan 'Sipir' kepada si Bapak.

Seharusnya transaksi itu selesai dengan damai kan? Sedamai hatiku saat melihat gadis cantik di depanku tersenyum tersipu. Tapi tidak, Setelah meneliti rokok 'Sipir' yang telah dipegangnya, ia mengembalikan rokok itu kepada si Ibu, yang membuat hatiku semakin bertanya-tanya, 'Kenapa dibalikin pak rokonya?' Aku yakin si Ibu juga bertanya pertanyaan yang sama dalam hatinya, seperti aku. Dan kami semua mendapat jawaban dari pertanyaan itu

"Ehh, 'Filtir' - (nama merek rokok lainnya)" Jawab si Bapak. 'Anda tidak mungkin tidak tahu darimana namanya dari rokok yang anda inginkan sebenarnya kan pak?' tanyaku dalam hati lagi tentunya. Dan si Ibu memang bijaksana, ia segera mamberikan rokok 'Filtir' kesukaan si Bapak, dan si Bapak terlihat senang dan segera pergi, padahal masih ada kembaliannya yang bisa buat beli permen mint 'Galian.'

Dan ketika si Bapak pergi dengan senangnya sambil melompat-lompat seperti anak kecil yang mendapat permen lollipop dan pergi untuk memamerkan kepada teman-temannya, aku tertawa cukup ikhlas. Tidak terbahak-bahak, tetapi tulus, dan hanya terlihat senyum manis yang bocor dari tawaku dalam hati.

Lalu aku menganalisa. Pertama : 'Ahh, tidak mungkin si Ibu penjual mengira 'Djarum' itu sebagai 'Jarum' kan. Melihat dalam dagangannya tidak dijual jarum satupun, dan yang membeli adalah bukan seorang ibu atau seseorang dengan meteran yang dikalungkan. Lalu kenapa ia masih bertanya 'Djarum apa?' Apakah ada merek rokok lain seperti Djarum Filtir atau apalah. memang ada sih 'Djarum hitam,' tetapi yang dijual ibu itu, yang dapat dibeli perbatang, dan yang memiliki nama depan 'Djarum' hanya Djarum Sipir. Mungkin kalau si Bapak menyebut nya 'Dejarum,' mungkin si Ibu mengerti. Atau jika kata-kata si Bapak bisa keluar seperti di komik, pasti si Ibu bisa melihat tulisan 'Djarum' dan transaksi berjalan lebih efisien.

Kedua :
Apakah mungkin si Bapak tidak bisa membedakan antara 'Djarum' dan 'Filtir'

Tidak mungkin kan yang ada di otaknya 'Djarum Filtir' bukan 'Djarum Sipir.' Jika benar seperti ini yang dia tahu, berarti selama berpuluh-puluh tahun ini iklan yang ada di semua media, menjadi sia-sia. Ada orang di Indonesia Raya Tanah Airku ini yang tidak tahu kalau 'Filtir' itu beda merek dengan 'Djarum.' Yang berarti membuatku semakin tertantang untuk bisa bekerja di advertising agency,hehe..

Dari penampilan si Bapak sih, kelihatannya dia sudah merokok sejak sekolah dasar. Dan masalah penyebutan, pasti dia tahu kan, bahwa orang lebih familiar dengan sebutan 'Sipir' daripada 'Djarum' yang dapat menimbulkan ambiguitas.

Dan yang terakhir dari analisaku adalah : Maaf 'Filtir,' tetapi brand anda kurang dikenal masyarakat, walaupun tidak dengan rasa. 'Djarum' terbukti lebih famous, tetapi sepertinya anda harus meningkatkan kualitas rasa, karena si Bapak tidak suka dengan rasa dari rokok anda, dan menurut saya juga rasa dari rokok anda sekarang agak aneh dan sepertinya lebih 'beracun'.

Dan aku disana hanya sedang duduk, mengamati, dan merokok, bukan dari kedua merek diatas.

Bagaimanapun juga, itulah keseharian yang kita semua pasti jumpai. 'Keunikan- keunikan' dari orang-orang yang beraktivitas, walaupun hanya sekedar membeli rokok, dan bahkan menunggu dengan penuh emosi, dengan uang seadanya. Namun, cukup kreatif kah kita untuk menyerap pelajaran dari semua hal-hal sederhana. Aku terus berusaha untuk me meka kan diriku dengan sekelilingku. Karena dari lingkungan kita bisa tertawa, marah, menangis, bangga, minder, merasa paling bodoh atau lebih pintar, bijaksana, atau paling egois. Dan akhirnya kita cuma bisa melakukan dua hal kepada tuhan. Bersyukur atau Mengeluh.




Muhammad Mahdy


mastermindgift.blogspot.com

3 comments:

  1. menarik.

    jadi apa pelajaran yang u tangkap dari kejadian singkat itu.
    mengeluh atau bersyukur?

    ReplyDelete
  2. di kejadian itu,saya tidak merespon.karena saya hanya mengamati fenomena yang ada. Namun pada seluruh kehidupan, kita manusia memang bukan malaikat. Kadang kita bersyukur, namun tak jarang juga hanya mengeluh, jika tidak melihat dari sisi yang lain.

    Terima kasih

    ReplyDelete